Oleh : Marinus Gobai/A.1010577
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Tanaman Cabai Merah (Capsicum
annuum L.) adalah tanaman perdu dengan rasa buah pedas yang
disebabkan oleh kandungan capsaicin.
Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin, diantaranya
kalori, protein, lemak, kabohidarat, kalsium, vitamin A, B1, dan vitamin C.
Tahun 2008 sampai saat ini produksi
cabai di Indonesia diperkirakan mencapai 1,311 juta ton (meningkat 26,14 % dibandingkan tahun 2007), terdiri dari jenis
cabai merah besar 798,32 ribu ton (60,90
%) dan cabai rawit 512,67 ribu ton (39,10
%). Daerah sentra produksi utama cabai merah antara lain Jawa Barat
(Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Sukabumi, Cianjur, dan Bandung); Jawa Tengah (Brebes, Magelang, dan
Temanggung); Jawa Timur (Malang,
Banyuwangi). Sentra utama cabai keriting
adalah Bandung, Brebes, Rembang, Tuban, Rejanglebong, Solok, Tanah Datar, Karo, Simalungun,
Banyuasin, Pagar Alam.
Usahatani cabai yang berhasil memang menjanjikan keuntungan yang
menarik, tetapi untuk mengusahakan tanaman cabai diperlukan keterampilan dan
modal cukup memadai. Untuk mengantisipasi kemungkinan kegagalan diperlukan
keterampilan dalam penerapan pengetahuan
dan teknik budidaya cabai sesuai dengan daya dukung.
Masa panen cabai berkisar antara 2-3
bulan setelah pemanenan perdana. Lamanya
panen cabai berbeda-beda tergantung
varietas cabai yang ditanam dan kondisi tanamannya. Pemanenan cabai sebaiknya
dilakukan secara serentak dalam satu
hamparan dan dilakukan pada kondisi buah cabai sudah tidak basah karena embun.
Untuk menjaga kualitas buah,
tempat hasil panen buah sehat harus dipisahkan dengan tempat untuk buah sakit.
Dengan demikian tidak terjadi penularan buah sakit ke buah sehat selama
pengangkutan dan penyimpanan.
Buah cabai hasil panen setelah terkumpul
selanjutnya dipilah-pilah (sortasi) antara buah yang bagus dan
cacat. Pengkelasan buah (grading)
dilakukan sesuai keperluan pembeli, setelah itu dikemas menurut keperluan.
Pengemasan cabai untuk pasar lokal,
pasar swalayan atau rumah makan akan berbedabeda dalam pengemasannya. Misalnya dengan
menggunakan karung plastik berlubang,
kardus rokok, atau plastik khusus.
Pengkelasan buah cabai dan pengemsannya untuk ekspor akan berbeda pula
penanganannya.
Ada pun cabai di jadikan bahan
industri misalanya saus cabai. Saus cabai merupakan produk olahan yang
dapat diproduksi murni dari sari cabai
atau dapat ditambahkan bahan lainnya
dalam rangka untuk memperbaiki mutu maupun
menciptakan kreasi sambal tertentu. Cabai memiliki karakteristik tingkat pedas yang bermacam-macam tergantung
kandungan capsaicin yang terkandung
didalamnya, sehingga dalam proses
pengolahan saus cabai perlu diperhatikan varietas cabai serta bahan tambahan lainnya sehingga diperoleh
kualitas yang baik.
1.2.
Tujuan Praktek
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini
adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk npk terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman sayuran buah cabai keriting serta praktek diharapkan dapat lebih memahami
tujuan praktek
ini.
1.3. HIPOTESI
Pemberian pupuk NPK pada taraf dosis yang berbeda
berpengaruh terhadap pertumbuhan produktivitas buah serta perbedaan hasil panen
tanaman cabe keriting.
BAB
II
TINJUAN
PUSTAKA
2.1. Botani Tanaman
Menurut Tarigan dan Wiryanto, (2003) tanaman cabai dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub Kelas : Sympetalea
Ordo : Tubiflorae
Family : Solanaceae
Genus :
Capsicum
Species : Capicum annum L.
Akar tanaman cabai menyebar, tetapi
dangkal. Cabang-cabang akar dan rambut-rambut banyak terdapat dipermukaan tanah,
semakin kedalam akar-akar tersebut semakin berkurang. Ujung akar tanaman cabai
hanya dapat menembus tanah sedalam 30-40 cm. (Tjahjadi, 1993).
Batang dibedakan menjadi dua macam:
batang utama dan percabangan (batang sekunder). Batang utama berwarna coklat
hijau, berkayu, panjang antara 20-28 cm dan diameter percabangan adalah dikotom
atau menggarpu. Cabang setiap waktu membentuk cabang baru yang berpasangan.
Antara batang utama dengan cabang membentuk sudut 1350.
Sehingga menyerupai huruf “Y”. Batang dan percabangan berbentuk silindris.
Percabangan tumbuh dan berkembang beraturan secara berkesinambungan.
(Nawangsih, dkk, 2001).
Daun cabai umumnya berwarna hijau muda
sampai gelap, tergantung varietas. Daun cabai ditopang oleh tangkai daun dan
memiliki tulang daun menyirip. Daun cabai umumnya berbentuk bulat telur,
lonjong dan oval dengan ujung meruncing, tergantung dari jenis dan varietasnya.
(Tarigan dan Wiryanta, 2003).
Bunganya
terbentuk pada ujung ranting. Pada tangkai
bunga biasanya terbentuk ranting yang ujungnya juga terbentuk bunga lain dan
seterusnya demikian. Bunga seakan-akan terbentuk pada ketiak daun. Pada umumnya
bunga hanya satu, menggantung, kadang-kadang juga ada yang berdiri, warna
mahkota bunga putih, berbentuk seperti bintang bersudut 5-6. Benang sari 5-6
buah, kepala benang sari berwarna kebiruan bentuknya memanjang. Putik berwarna
putih atau ungu dan berkepala. (Pracaya, 1995).
Berdasarkan bentuk buah, cabai besar dapat
digolongkan dalam tiga tipe : cabai merah besar, cabai keriting dan cabai
paprika. Cabai merah besar buahnya rata atau halus, agak gemuk, kulit buah agak
tebal, sedangkan paprika buahnya berbentuk segi empat panjang atau bel.
(Santika, 1999).
Buah cabai memanjang dengan
ukuran 1-30 cm. Cabai merah keriting panjang 5-25 cm. Cabai merah besar
panjangnya 10-38 cm. Buah cabai yang masih berwarna hijau dan tua berwarna
merah kecoklatan hingga merah tua menyala. (Tjahjadi, 1993).
Bentuk buah bervariasi mulai dari
yang panjang lurus, mata kail (lurus dengan ujung agak melengkung), sampai
melintir. Varietas cabe yang panjang lurus seperti Heru, Amando, Hot Chili, Red
Beauty, Arinbi, dan Wonder Hot. Varietas Cabe yang mata kail contohnya Hot
Beauty, Long Chili, Passion, dan Hot Chili. Varietas cabe yang melintir
contohnya cabai keriting hibrida Hybrid TM-999, cabai semi keriting Ever-Flavor
(462), dan Hybrid TM-888 panjang buah berkisar antara 9 – 18 cm tergantung pada
varietas. (Prajnanta, 1998).
2.2. Syarat Tumbuh
2.2.1. Iklim
Pada umumnya tanaman cabai merah dapat ditanamkan di antara
dataran tinggi maupun dataran rendah, yaitu lebih dari 500-1200 m diatas
permukaan laut, yang terdapat di seluruh Indonesia terutama di Pulau Jawa. Meskipun
luas lahan yang cocok untuk cabai masih sangat luas tetapi penanaman cabai di
dataran tinggi masih sangat terbatas. Perkembangan tanaman cabai merah lebih
diarahkan ke areal perkembangan dengan ketinggian sedikit dibawah 800 m diatas
permukaan laut. Terutama pada lokasi yang air irigasinya sangat terjamin
sepanjang tahun. (Anonimous, 2003).
Tanaman cabai dikenal sebagai tanaman
yang memiliki daya adaptasi yang luas. Cabai dapat ditanam hampir di semua
jenis tanah tipe iklim yang berbeda. Walaupun demikian, daerah yang paling
cocok untuk penanaman cabai berdasarkan luas areal penanamannya dijumpai pada
jenis tanah mediteran dan aluvial, tipe iklim D3/E3 (0-5 bulan basah dan 4-6
bulan kering, (Santika, 1999).
Komponen iklim terdiri atas temperatur
harian, kelembaban dan curah hujan, angin serta cuaca. Syarat iklim yang
penting yang harus terpenuhi untuk pertumbuhan tanaman hot beauty atau cabai
hibrida lainnya adalah tersedianya Intensitas cahaya yang cukup. (Nawangsih,
dkk, 2001).
Suhu paling ideal perkecambahan benih
cabai adalah 25-300C. Untuk pertumbuhannya, tanaman cabai hibrida memerlukan
suhu 24-280
C. Suhu yang terlalu rendah kan menghambat pertumbuhan tanaman.
Selain itu pertumbuhan dan perlembangan bunga dan buah menjadi kurang sempurna
(Tarigan dan Wiryanta, 2003).
Kelembapan udara merupakan
perbandingan relatif antara udara dan uap air di suatu daerah. Semakin tinggi
kandungan uap air di udara, maka kelembapan udara makin tinggi pula. Pada
pertanaman cabai kelembapan lingkungan menjadi lebih penting diperhatikan
karena berkaitan dengan perkembangan mikroorganisme pengganggu. Kelembapan
relatif yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman cabai sekitar 80% (Nawangsih,
dkk, 2001).
Lama penyinaran (fotoperiodesitas)
yang dibutuhkan tanaman cabai antara 10-12 jam penyinaran sehari. Di Indonesia
ini akan terpenuhi, karena lama penyinaran di daerah ekuator sekitar 11 jam 56
menit sampai 12 jam 7 menit, sedangkan pada lintang 100 lama
penyinaran antara 11 jam 17 menit sampai 11 jan 33 menit. Cabai termasuk
tanaman berhari netral, artinya dapat berbunga sepanjang tahun baik pada
hari-hari pendek maupun hari-hari panjang (Anonimous, 2002).
2.2.2.
Tanah
Tanaman cabai akan baik pertumbuhannya jika ditanam pada
lahan datar dengan lereng kurang dari 50, dainase baik, tekstur tanah
lempung, lempung liat berpasir, debu, lempung liat berdebu atau lempung
berdebu. Kedalaman air relatif lebih dari 50 cm. (Widodo, 2002).
Kisaran Ph yang cocok untuk
tanaman cabai hibrida adalah 6-7. Jika tanah yang akan ditanami cabai hibrida
terlalu asam, bisa ditambahkan kapur pertanian. Jika tanahnya basa atau Ph
tanah tinggi bisa ditambahkan belerang (Tarigan dan Wiryanta, 2003).
Kandungan air tanah atau kelembapan
tanah juga berkaitan dengan suhu tanah yang diperlukan akar tanaman. Pada
tanaman cabai suhu tanah selama 24 jam setidak-tidaknya bergeser antara 15-280C atau
paling tinggi 300C. Dan selain itu, ada pula kaitan kelembapan dengan
pemupukan dan kelembapan dengan pemanfaatan unsur hara terutama N dan P dalam
tanah bagi tanaman. (Setiadi, 1989).
Tanah dengan tingkat keasaman rendah
(lebih kecil dari 5 skala pH) akan mempengaruhi ketersediaan hara bagi tanaman.
Meskipun jumlah huru hara di dalam tanah melimpah, tetapi karena pH terlalu
rendah, maka unsur hara tersebut menjadi tidak tersedia bagi tanaman, sehingga
tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk pertumbuhan. Dalam batas-batas
tetentu bahkan akan menimbulkan zat bercun yang merugikan pertumbuhan tanaman
secara keseluruhan (Nawangsih, dkk, 2001).
Tanaman cabai akan baik pertumbuhannya
jika ditanam pada lahan datar dengan lereng kurang dari 50,
drainase baik, tekstur tanah lempung, lempung liat berpasir, debu, lempung liat
berdebu dan lempung berdebu. Kedalam air efektif lebih dari 50 cm (Widodo,
2002).
2.2.3.
Adaptasi tanaman.
Setiap tumbuhan mempunyai mekanisme
adaptasi yang memungkinkan tumbuhan tersebut dapat hidup secara berdampingan
dengan lingkungannya. menjelaskan tentang parameter lingkungan menentukan
habitat ekologi bagi banyak jenis tanaman budidaya.
Faktor-faktor yang berinteraksi dengan mekanisme fisiologi
tumbuhan untuk beradaptasi antara lain ialah suhu, lama penyinaran, angin, dan
kelembapan. Faktor-faktor utama tadi dapat hidup dan berproduksi. Pada pemulia
tanaman mempertimbangkan respons genetik terhadap lingkungan sebagai sekelompok
gen adaptasi yang penting untuk keperluan produksi. (Welsh dan Johanis, 1991).
Adaptasi adalah suatu proses dimana individu,
populasi atau spesies berubah bentuk dan fungsinya untuk dapat hidup lebih baik
pada kondisi lingkungan tertentu. Kemampuan beradaptasi disebabkan oleh
kombinasi sifat yang dapat mengatasi perubahan lingkungan tadi. Ada dua
pendekatan dalam perbaikan adaptasi tanaman. Yang pertama, lingkungan dapat
diubah sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan tanaman. Pendekatan yang
kedua ialah mengubah mekanisme fisiologi adaptasi tanaman (Allard, 1989).
Penyebab suatu varitas beradaptasi
dengan baik, kemungkinan disebabkan, Varitas terdiri dari satu macam genotip
yang mempunyai susunan genetik sehingga mampu mengendalikan sifat morfologi dan
fisiologi yang dapat menyesuaikan diri pada lingkungan tertentu atau perubahan
lingkungan. Varitas terdiri dari sejumlah genotip yang berbeda, dimana
masing-masing genotip mempunyai kemampuan menyesuaikan diri terhadap perbedaan
kondisi lingkungan (Welsh dan Johanis, 1991)
Stabilitas fenotip disebabkan oleh kemampuan organisme
untuk dapat mengetahui dirinya terhadap lingkungan beragam, sehingga tanaman
tidak banyak mengalami perubahan sifat fenotipnya. Pemulia mengharapkan agar
varietas yang diciptakan tetap berpotensi, walupun ditumbuhkan pada macam-macam
lingkungan (Poespodarsono, 1998).
BAB III
METODELOGI
3.1. WAKTU DAN TEMPAT
Praktikum ini dilaksanakan dari
tanggal, 14 April 2013 sampai dengan tanggal, 28 Juni 2013, bertempat di lahan
praktikum tanaman hortikultura Universitas Djuanda Bogor.
3.2. BAHAN DAN ALAT
Pada praktikum ini bahan yang
digunakan adalah benih cabe keriting, pupuk urea, TSP, KCL, pupuk daun Gandasil
D, Decis, tanah, polybag kecil, mulsa, dan tali rapia. Sedangkan Alat yang
disediakan untuk praktikum ini adalah sprayer, penggaris, timbangan elektrik,
dan Erlenmeyer.
3.3. PEUBAH YANG DI AMATI
Peubah yang diamati dalam pelaksanaan
praktikum ini di mulai dari pelaksanaan dan pertumbuhan tanaman yaitu
pengukuran tinggi tanaman
1 MST – 5 MST, jumlah daun,bunga mekar dan buah, sedangkan
pengamatan pasca panen dalam praktikum ini adalah pengukuran panjang buah,
diameter lingkaran buah, berat buah per pohon, dan berat buah keseluruhannya.
3.4. Metode
Praktek
Metodelogi praktikum ini dilakukan
secara sistematis dimana setiap tahapan yang direncanakan dilaksanakan setiap
minggunya, tahapan tersebut meliputi: Rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor
–menggunakan mulsa.
Dosis
P. P0 : 0 kg SP-36/ha pupuk
P1 :1/2 dosis pupuk
P2 : 1 dosis Pupuk RAL
P3 : 1 ½ dosis R
3
kali ulangan jadi 4 x 3 = 12. Satuan Percobaan
BAB IV
TEKNIK
BUDIDAYA
4.1.Persiapan Lahan
Budidaya tanaman cabai diperhatikan
dari sejak persiapan lahan, karena akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman
serta sekaligus sebagai penerapan prinsip PTT. Pengolahan tanah dilakukan
secara sempurna dengan mencangkul untuk membersihkan lahan dari kotoran akar
bekas tanaman lama dan segala macam
gulma yang tumbuh. Hal tersebut dilakukan agar pertumbuhan akar tanaman cabai
tidak terganggu dan untuk menghilangkan tumbuhan yang menjadi inang hama dan
penyakit. Selanjutnya lahan dibajak dengan alat sedrhana yaitu alat cangkul
tanah,bertujuan untuk menggemburkan, memperbaiki aerasi tanah dan untuk
menghilangkan organisme penggangu
tanaman (OPT) yang bersembunyi di tanah.
Selain persiapan tersebut di atas ada beberapa tahapan yang perlu
diperhatikan sebagai berikut.
1. pH tanah diusahakan 6 -7, apabila
pH kurang lakukan penaburan kapur
pertanian atau dolomit untuk meningkatkan pH. Tanah yang terlalu asam akan menyebabkan daun cabai berwarna putih
kehijauan, serta rentan terhadap
serangan virus dan penyebab
penyakit lainnya. Pengukuran pH
tanah juga perlu dilakukan dengan
alat pH meter atau dengan kertas lakmus.
Untuk menaikkan pH tanah dilakukan pengapuran lahan menggunakan dolomit atau kapur gamping 2 dengan
dosis 2 -4 t/ha atau 200-400 g/meter gantung pH tanah yang akan dinaikkan.
Kapur diberikan pada saat pembajakan
atau pada saat pembuatan bedengan bersamaan
dengan sebar kompos atau pupuk
kandang.
2. Setelah tanah diolah sempurna
dibuat bedengan dengan ukuran lebar 100 -110 cm, tinggi bedengan 40
-60 cm, jarak antar bedengan 80 cm, panjang bedengan 10 -12
m atau disesuaikan lebar parit, dan
lebar parit 50 -60 cm. Mengingat sifat tanaman
cabai yang tidak
bisa tergenang air, maka dalam pengaturan/ploting bedengan
dan pembuatan parit harus ada saluran
drainase yang baik.
3. Pupuk kandang
yang diperlukan sebanyak 1 karung
beras muatanya 50 kg untuk satu bedengan tanaman cabai praktikum.
Pemupukan dilakukan dengan cara menabur pupuk
secara merata di atas
1 bedengan. Satu bedengan cabai diperlukan pupuk urea 544 g,
SP-36 261 g, dan KCl 307 g. Jumlah pemberian pupuk selama delapan kali
dalam satu bedengan dengan 40 tanaman cabai kertiting. Dosis pupuk
yang diberikan disesuaikan
dengan kondisi tanah
dan varietas/jenis tanaman cabai.
4. Perlakuan bedengan menggunakan
mulsa plastik. Kegunaan menggunakan
mulsa adalah :
•
Pemberian pupuk kandang (organik) dapat dilakukan sekaligus sebelum
pemasangan mulsa;
•
Manfaat
mulsa warna hitam yaitu menahan sinar
matahari sehingga memberikan
warna gelap yang dapat
menekan pertumbuhan gulma;
•
Manfaat mulsa
warna perak yaitu dapat
memantulkan sinar matahari dan
mempengaruhi perkembangan
hama terhambat;
•
Suhu
dan kelembaban tanah relatif stabil;
•
Menghindarkan hilangnya
unsur hara oleh guyuran air
hujan dan penguapan;
•
Buah
cabai yang berada di atas
permukaan tanah terhindar dari percikan air tanah sehingga
dapat mengurangi risiko berjangkitnya
penyakit busuk buah;
•
Mengurangi pekerjaan
penyiangan dan penggemburan tanah;
•
Menekan penguapan
air dari dalam
tanah. Mulsa plastik hitam
perak dipasang dan
dibuat lubang tanam, dengan
jarak tanam 50x65cm pada
daerah rendah dan 60
x 70 cm pada daerah tinggi, yang dilakukan
secara zigzag atau sejajar.
4.2. Persemaian Benih
4.2.1.
Pembibitan
Penyemaian benih dalam pembibitan cabai
diperlukan benih yang berkualitas
dan media tumbuh yang baik. Sungkup atau naungan dibuat dengan
mempertimbangkan arah sinar matahari
bergerak. Prinsipnya pada pagi hari bisa mendapatkan sinar matahari secara
optimal. Bila perlu dipersiapkan insect
screen untuk menjaga agar
bibit tidak terserang
serangga, terutama pada
lokasi endemik hama tanaman cabai.
Media pembibitan dapat dibuat dengan
campuran sebagai berikut.
•
Mencampurkan
1 bagian pupuk kompos + 1 bagian sekam
bakar + 1 bagian top soil tanah
yang telah diayak halus lalu diaduk rata
dan ditambah dengan karbofuran sesuai
dosis anjuran.
•
Media
dimasukan ke dalam polybag ukuran 8 x 9
cm dan disusun di bawah naungan atau
sungkup yang telah disiapkan. Susunan
harus teratur agar tanaman mudah
dihitung dan mudah dalam
pemeliharaan.
•
Polybag yang
tersusun rapi
diberi/disemprot air secukupnya
sampai basah.
•
Menyiapkan
benih cabai 40 batang/ha untuk cabai keriting
dan ditambahkan 15 untuk persiapan
atau lebih populasi tanaman untuk penyulaman.
4.2.2. Persiapan perbibitan
Persemaian
Prosedur penyemaian benih sebagai
berikut.
•
Merendam
benih cabai dengan air hangat secukupnya, diamkan minimal 20 menit untuk
siap ditanam. Benih yang mengambang dalam
rendaman tidak digunakannya. Setelah
direndam sekitar 5 menit benih dikeringkang diatas kertas lalu sebarkan tempat
yang disediakannya.
•
Polybag
yang telah disemaikan benih cabai, lalu disiram sampai basah agar
kelembabannya terjaga, lalu naungan ditutup dengan daun
pisang atau dalam green house.
•
Bibit
cabai dapat ditanam di bedengan setelah umur 14 -21 MST hari atau tumbuh 4
helai daun sejati.
4.2.3. Penanaman
•
Penanaman
bibit pada bedengan dilakukan setelah berumur 21–24 hari.
•
Jarak
tanam 50 x 60 cm.
•
Untuk
menanggulangi stress saat pindah tanam,
penanaman dilakukan pada sore hari atau
pagi hari sekali. Setelah selesai tanam dilakukan penyiraman air
secukupnya dengan cara disemprotkan
dengan tekanan rendah dan merata sampai
keakarnya.
•
Penanaman
dilakukan serentak selesai dalam 1 hari. Penanaman menggunakan mulsa.
•
Setelah
tanam berikan furadan tiap-tiap pangkal tanaman cabai dengan tujuan menghindarkan
hama.
4.3. PemeliharaanTanaman
4.3.1. Pengairan
Air sangat diperlukan dalam
pertumbuhan tanam. Kekurangan air pada
tanaman cabai akan menyebabkan tanaman
kerdil, buah cabai menjadi kecil dan mudah gugur. Ada tiga cara
pengairan yang dapat dilakukan pada praktikum cabai ini yaitu :
1).Pemberian air berupa air hujang;
2) Pemberian air dilakukan dengan
menggunakan selang pipa karet yang
bersumber air kerang mandi, disiramkan pada pagi hari atau sore hari; 3)
Pemberian air dengan cara penyemprotan,
air diberikan dalam kecepatan rendah di sekitar
tanaman dengan menggunakan sprayer. Pada pemberian air
dengan menyiram sprayer air
tetes dapat ditambahkan
pertisida atau pupuk.
4.3.2. Pemasangan Ajir
Pemasangan ajir dilakukan pada
tanaman umur 7 hst, ajir dibuat
dari bambu dengan tinggi 1 -1,5 m. Apabila ajir terlambat
dipasang akan menyebabkan kerusakan pada
akar yang sedang berkembang.
Pengikatan tanaman pada ajir
dilakukan mulai umur 3 minggu sampai dengan 1 bulan yaitu mengikatkan batang
yang berada di bawah cabang utama dengan
tali plastik pada ajir. Pada saat
tanaman berumur 30 - 40 hst, ikat tanaman di atas cabang utama dan ikat juga pada saat pembesaran buah
yaitu pada umur 50 - 60 hst, agar
tanaman tidak rebah dan buah tidak jatuh.
4.3.3. Pewiwilan / Perempelan
Tunas
yang tumbuh di ketiak daun dihilangkan dengan menggunakan
tangan yang bersih. Perempelan dilakukan
sampai terbentuk cabang
utama yang di tandai
dengan munculnya bunga
pertama. Tujuan perempelan untuk mengoptimalkan pertumbuhan.
4.3.4. Pemupukan Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman cabai
dilakukan pupuk tambahan/susulan.
Caranya dengan menyiapkan ember
atau yang bisa
dimaanfaatkan,terlebih dahulu pupuk kompos disebarkan, 14 hari 2 MST pupuk NPK Urea g, KCl 76 g,SP-36 65 g,. Pupuk susulan
kedua sampai ke tuju pemberian pupuk NK jumlah dosisnya berikut :Urea 63 g,
KCl: 33 gram Campuran ini kocor –kocor
merata untuk 40 pohon. Pemupukan dilakukan dengan kocor setiap minggu, dimulai
pada umur 14 hst sampai dengan minimal 8
kali selama masa pemeliharaan tanaman. Kucuran pupuk diusahakan tidak
terkena tanaman secara
langsung.
4.3.5. Penyiangan
Gulma selain sebagai tanaman kompetitor
juga dapat sebagai tempat berkembangnya
hama dan penyakit tanaman cabai oleh karenanya penyiangan harus
dilakukan untuk membersihkan daerah sekitar tanaman dari gulma. Penyiangan dilakukan
secara manual dengan garu atau mencabut
gulma secara hati-hati.
4.4
Pengendalian hama dan
penyakit
Produktivitas yang
dicapai dalam praktikum ini masih
berada pada tingkat
di bawah potensi hasil. Salah
satu penyebab adalah gangguan hama dan penyakit tanaman. Serangan hama dan penyakit dapat menyebabkan
tanaman mengalami kerusakan parah, dan berakibat gagal panen. Uraian di bawah ini mengulas beberapa hama dan penyakit
utama cabai dan cara-cara
pengendaliannya sesuai dengan
strategi pengelolaan hama terpadu (PHT). Hama dan penyakit
utama cabai serta sebagai berikut.
4.4.1. Hama-Hama Tanaman Cabai
1. Kutu daun persik
(Myzus persicae Sulz.)
Kutu daun persik dapat menyebabkan
kerugian secara langsung, yaitu mengisap cairan tanaman. Tanaman yang terserang
daunnya menjadi keriput dan terpuntir, dan pertumbuhan tanaman menjadi
terhambat (kerdil). Kerusakan pada daun muda yang menyebabkan
bentuk daun keriput
menghadap ke bawah adalah ciri spesifik
gangguan kutu daun. Bagian daun
bekas tempat isapan kutu daun berwarna
kekuningan. Populasi kutu daun yang
tinggi dapat menyebabkan klorosis dan
daun gugur, juga ukuran buah
menjadi lebih kecil. Kutu daun menghasilkan cairan embun
madu yang dapat menjadi tempat untuk
pertumbuhan cendawan embun jelaga
pada permukaan daun dan buah.
Selain itu, kutu daun persik dapat
menyebabkan kerugian secara tidak langsung, karena perannya sebagai vektor
penyakit virus. Penyakit virus yang
dapat ditularkan oleh kutu daun persik
pada tanaman cabai merah, antara lain penyakit
virus menggulung daun kentang (PLRV) dan
penyakit virus kentang Y (PVY).
Pada kondisi
ekosistem yang masih
seimbang, beberapa musuh alami di
lapangan sangat potensial dalam mengurangi
populasi kutu daun. Musuh
alami tersebut antara
lain parasitoid Aphidius sp., kumbang macan Menochillus sp., dan
larva Syrphidae, Ischiodon scutellaris.
2.
Thrips (Thrips parvispinus Karny)
. Hama Thrips menyukai daun muda.
Mula-mula daun yang terserang memperlihatkan
gejala noda keperakan yang tidak beraturan, akibat adanya luka dari cara makan
hama tersebut. Setelah beberapa waktu, noda keperakan tersebut berubah menjadi kecoklatan
terutama pada bagian tepi tulang daun. Daun-daun mengeriting ke arah atas. Pada musim
kemarau perkembangannya sangat cepat
sehingga populasinya lebih tinggi.
Penyebarannya sangat terbantu oleh angin, karena Thrips dewasa
tidak bisa terbang dengan sempurna. Pada musim hujan populasinya
relatif rendah karena banyak Thrips yang
mati tercuci oleh
curah hujan.
Pada kondisi ekosistem yang masih seimbang, populasi hama Thrips di alam dikendalikan oleh musuh
alami. Musuh alami hama Thrips yang
potensial antara lain, kumbang Coccinellidae,
kepik Anthocoridae, kumbang Staphylinidae, dan larva Chrysopidae.
3.
Tungau (Polyphagotarsonemus
latus Banks).
Gejala umum adalah tepi daun
keriting menghadap ke bawah seperti
bentuk sendok terbalik dan terjadi penyempitan
daun. Daun yang terserang berwarna keperakan pada permukaan bawah daun. Daun menjadi menebal dan kaku, pertumbuhan pucuk tanaman terhambat. Gejala ini tampak dalam waktu yang relatif cepat, 8 -10 hari setelah
terinfeksi oleh beberapa
ekor tungau, daun-daun akan menjadi cokelat.
Pada 4 -5 hari kemudian
pucuk-pucuk tanaman seperti terbakar dan pada serangan yang berat pucuk tanaman akan mati, buah cabai
menjadi kaku, permukaan kasar dan bentuk terganggu. Serangan berat terjadi pada
musim kemarau.
4.
Hama Lalat Buah (Bactrocera dorsalis
Hendel)
Gejala serangan lalat buah pada buah
cabai ditandai dengan ditemukannya titik
hitam pada pangkal buah. Jika buah dibelah,
di dalamnya ditemukan larva lalat buah. Serangga betina dewasa meletakkan telur di dalam buah
cabai, yaitu dengan cara menusukkan
ovipositornya pada pangkal buah muda (masih hijau). Selanjutnya telur akan menetas menjadi larva di dalam buah cabai sehingga buah membusuk dan gugur. Serangan berat terjadi
pada musim hujan. Hal ini disebabkan oleh bekas
tusukan ovipositor terkontaminasi oleh cendawan sehingga buah yang
terserang cepat membusuk dan gugur.
Pada siang hari, serangga dewasa sering
dijumpai pada daun atau bunga cabai. Lalat buah bersifat polifag, selain menyerang
buah cabai juga menyerang buah lainnya seperti
mangga, belimbing, pisang, apel, dan jeruk. Larva yang panjang sekitar 6 -8 mm, mampu melenting dengan
lincah menggunakan ujung tubuhnya yang lancip. Pada serangan lanjut, buah cabai akan gugur. Selanjutnya
larva keluar dari buah dan membentuk
pupa di dalam tanah.
5. Hama Ulat Penggerek
Buah (Helicoverpa armigera
Hubner)
Buah cabai merah yang terserang
ulat penggerek buah
menunjukkan gejala berlubang
dan tidak laku di pasaran. Jika buah dibelah, di dalamnya
terdapat ulat. Hama ulat buah menyerang
buah cabai dengan cara mengebor dinding
buah cabai sambil memakannya.
Umumnya instar pertama ulat
penggerek buah menyerang
buah yang masih
hijau.
Hama ulat penggerek
buah bersifat polifag, inang selain
cabai
yaitu tomat dan kedelai. Pada stadia ulat dewasa akan turun ke
dalam tanah dan berubah menjadi kepompong. Beberapa saat kemudian kepompong menjadi
ngengat, ngengat betina dapat
bertelur sampai 1000
butir selama hidupnya.
4.4.2. Penyakit-penyakit tanaman cabai
a. Antraknose.
Penyakit
antraknose disebabkan oleh dua jenis jamur
yaitu Colletotrichum capsici
dan Colletotrichum gloeosporioides.
Gejala pada biji berupa kegagalan
berkecambah dan pada kecambah
menyebabkan layu semai. Pada tanaman yang sudah dewasa menyebabkan mati pucuk, pada daun dan
batang yang terserang
menyebabkan busuk kering. Buah yang
terserang C. capsici menjadi busuk dengan warna seperti terekspos
sinar matahari (terbakar) yang diikuti busuk basah berwarna hitam, karena penuh dengan rambut
hitam (setae), jamur ini pada umumnya
menyerang buah cabai menjelang masak
(buah berwarna kemerahan). Jamur C. Gloeosporioides memiliki dua strain yaitu
strain R dan G. Strain R hanya menyerang buah cabai masak yang berwarna merah,
sedangkan strain G dapat menyerang semua bagian tanaman, termasuk buah cabai
yang masih berwarna hijau maupun buah yang
berwarna merah.
Populasi C. gloeosporioides di alam
jauh lebih banyak dari pada C. capsici.
Kedua jenis patogen tersebut dapat bertahan di biji dalam waktu yang cukup lama
dengan membentuk acervulus,
sehingga merupakan penyakit tular biji.
b. Busuk
Phytophthora.
Penyakit tersebut disebabkan oleh jamur
Phytophthora capsici. Patogen dapat menyerang pada seluruh bagian tanaman.
Serangan pada tanaman yang masih di persemaian dapat menimbulkan gejala layu
semai. Infeksi pada batang dimulai dari
pangkal batang, yang menunjukkan gejala
busuk basah, berwarna coklat kehitaman. Infeksi pada tanaman yang muda menyebabkan kematian tanaman.
Infeksi pada tanaman yang telah dewasa
menyebabkan batang tanaman mengeras dan akhirnya layu. Infeksi pada daun
menyebabkan daun tampak seperti disiram
air panas dan akhirnya daun
mengering dan gugur. Infeksi pada
buah menyebabkan buah berwarna
hijau gelap dan busuk basah. Jamur
dapat bertahan di dalam tanah maupun biji, mampu bertahan
dari kondisi yang tidak menguntungkan
dengan membentuk oospora.
c. Layu Fusarium.
Penyebab penyakit layu Fusarium adalah jamur Fusarium oxysporum var. vasinfectum. Infeksi pertama umumnya terjadi
pada pangkal batang yang langsung
berhubungan dengan tanah.
Pangkal batang tersebut
menjadi busuk dan berwarna coklat tua. Infeksi lanjut menjalar ke daerah
perakaran dan menyebabkan kerusakan pada
akar (busuk basah). Apabila kelembaban
lingkungan cukup tinggi, bagian pangkal batang
tersebut berubah warna menjadi keputih-putihan karena banyak terbentuk
spora. Infeksi yang parah
menyebabkan seluruh bagian
tanaman menjadi layu karena
transport air dan nutrisi ke bagian
atas tanaman terganggu.
Jamur membentuk makro konidia
(dengan dua -enam septa) dan mikro konidia (sel tunggal) dan klamidospora (hifa berdinding sel tebal). Klamidospora dapat
bertahan lama pada kondisi
lingkungan yang tidak
menguntungkan untuk pertumbuhan jamur. Suhu untuk pertumbuhan
optimal jamur berkisar antara 24 -27 C,
sehingga penyakit layu
Fusarium tersebut banyak berkembang di daerah
dataran rendah, terutama yang
berdrainase kurang baik. Patogen dapat menyebar melalui hembusan
angin dan aliran
air.
d.
Bercak Daun Cercospora.
Penyakit bercak daun pada cabai
disebabkan oleh jamur Cercospora
capsici. Gejala pada daun berupa bercak sirkuler dengan bagian
tengah berwarna abu-abu, dan bagian luarnya berwarna coklat tua. Pada kelembaban
tinggi, bercak cepat melebar, kemudian mengering dan pecah dan akhirnya gugur.
Daun yang terinfeksi berat berubah warna
menjadi kuning dan
gugur ke tanah. Jamur dapat
bertahan lama dari musim ke musim
pada sisa-sisa tanaman yang terinfeksi atau dapat terbawa biji. Serangan yang
parah umumnya pada tanaman yang memasuki fase
pembungaan. Penyebaran penyakit
melalui spora yang ditiup angin,
percikan air hujan, air siraman, dan alat pertanian pekerja kebun. Perkembangan penyakit
sangat cepat apabila kondisi lingkungan sangat kondusif, yaitu
kelembaban relatif udara lebih dari 90
%, dengan suhu udara 28 -320 C. Penyakit lebih sering merugikan pada
tanaman cabai yang ditanam di dataran
tinggi daripada yang ditanam di dataran rendah.
e.
Layu Bakteri.
Penyebab penyakit layu bakteri adalah
bakteri Ralstonia solanacearum. Gejala
layu secara tiba-tiba dapat terjadi pada
tanaman muda maupun dewasa. Jaringan pembuluh batang bagian bawah rusak dan akar berwarna kecoklatan. Apabila jaringan batang atau akar dipotong melintang dan dicelup dengan air yang jernih, jaringan sakit
akan mengeluarkan cairan keruh seperti
susu yang merupakan koloni bakteri.
Bakteri berbentuk batang dengan ukuran 0,5 x 1,5 m, tidak membentuk spora, bersifat aerob dan termasuk golongan gram negatif. Bakteri menginfeksi tanaman lewat luka pada bagian akar dan masuk ke dalam jaringan pembuluh untuk memperbanyak diri. Infeksi lebih lanjut
menyebabkan jaringan pembuluh rusak dan
tidak dapat berfungsi mengangkut air dan
nutrisi ke bagian atas tanaman. Bakteri mampu bertahan hidup di dalam tanah dalam jangka waktu yang lama.
Tanaman inang alternatif umumnya yang
termasuk dalam Solanaceae seperti tomat, terung, tembakau dan kentang.
f.
Virus Kuning (Pepper Yellow Leaf
Curl Virus – Bulai).
Penyakit virus kuning yang
umum disebut penyakit bulai cabai
disebabkan oleh virus Gemini. Patogen
juga dapat menyerang tanaman tomat serta tanaman lain yang termasuk dalam Solanaceae dan Cucurbitaceae. Penyakit ditularkan melalui vektor kutu kebul (Bemicia
tabaci ).
Kerusakan yang ditimbulkan sangat
bervariasi, tergantung kondisi lokasi
pertanaman dan stadia tanaman saat terinfeksi.
Semakin awal tanaman terinfeksi virus, semakin besar kehilangan hasil yang disebabkannya. Gejala
yang timbul pada cabai besar berupa
menguningnya daun tanaman, daun mengecil
dan keriting, tanaman menjadi kerdil, bunga rontok yang berakibat tanaman tidak menghasilkan buah.
Pada cabai rawit gejala yang timbul
adalah menguningnya seluruh daun dan tanaman
dapat menjadi kerdil bila infeksi terjadi sejak awal pertumbuhan tanaman, sehingga tanaman bisa
tidak menghasilkan (gagal panen).
g. Penyakit Mosaik
Penyakit mosaik pada cabai disebabkan
oleh Cucumber Mosaic
Virus (CMV), atau gabungannya
dengan beberapa virus lain seperti Tobacco
Mosaic Virus (TMV), Potato
Virus Y (PVY) dan Chilli Veinal Mottle
Virus (CVMV). Tanaman
yang terinfeksi menjadi kerdil, warna
daun belang hijau muda dan hijau tua,
ukuran daun lebih kecil daripada daun yang sehat. Pada tulang daun terdapat jaringan tanaman
yang menguning atau hijau gelap dengan
tulang daun yang tumbuh lebih menonjol, serta
pinggiran daun bergelombang.
Virus masuk ke dalam jaringan tanaman melalui luka, memperbanyak diri dan menyebar ke seluruh jaringan tanaman (sistemik). Penularan virus dapat
secara mekanis (bersinggungan
antara tanaman sakit dan sehat)
serta dapat melalui
vektor serangga Daun sakit CMV dan sehat
kutu daun Myzus persicae
dan Aphis gossypii Khusus TMV
tidak dapat ditularkan melalui vektor, tetapi dapat menular melalui biji.
4.5. Panen dan Pasca Panen
4.5.1. Panen
Cabai besar dipanen setelah berumur 75
-85 hst, dan dapat dipanen beberapa kali
umur panen cabai tergantung varietas yang digunakan, lokasi penanaman dan
kombinasi pemupukan yang digunakan serta
kesehatan tanaman. Tanaman cabai dapat
dipanen setiap 2 -5 hari sekali tergantung dari luas tanaman dan kondisi pasar.
Pemanenan dilakukan dengan cara memetik
buah beserta tangkainya yang bertujuan
agar cabai dapat disimpan lebih lama.
Buah cabai yang rusak akibat hama
atau penyakit harus tetap dipanen
agar tidak menjadi sumber penyakit bagi
tanaman cabai lain yang sehat. Pisahkan buah cabai yang rusak dari buah
cabai yang sehat.
Waktu panen sebaiknya dilakukan pada
pagi hari karena bobot buah dalam
keadaan optimal akibat penimbunan zat pada
malam hari dan belum terjadi penguapan antara 12 -16 kali dengan
selang waktu 3 hari. Buah yang dipetik
setelah matang berwarna orange sampai merah. Hasil panen variatif antara 10 -14
t dengan potensi hasil sampai dengan 23
t cabai segar.
4.5.2. Pascapanen
Cabai merah merupakan salah satu jenis
sayuran yang mempunyai kadar air yang
cukup tinggi (55 -85 %) pada saat panen.
Selain masih mengalami proses respirasi, cabai merah akan mengalami proses kelayuan. Sifat fisiologis
ini menyebabkan cabai merah memiliki tingkat kerusakan yang
dapat mencapai 40 %. Daya tahan cabai
merah segar yang rendah ini menyebabkan
harga cabai merah di pasaran sangat
berfluktuasi. Alternatif
teknologi penanganan
pascapanen yang tepat dapat
menyelamatkan serta meningkatkan nilai tambah produk cabai merah.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil
Selama melaksanakan praktikum suhu rata
–rata pagi hari 220C, suhu siang dan sore hari 34.40C dan
250C dengan kelembaban relatif (RH) rata-rata pada pagi hari, siang
dan sore berkisar antara 72.9%,64.2%, 92.9% dengan intensitas hujan yang cukup
tinggi. Hama yang menyerang belalang, ayam, manusia, ulat batang, ulat daun dan
kumbang. Penyakit yang menyerang busuk buah, layu daun, kuning keriting.
Peranan dan pengaruh
pemberian pupuk NPK dapat dilihat dalam hasil pengamatan melalui pengamatan
pertumbuhan vegetatif meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun, jumlah bunga
mekar, jumlah buah, sedangkan pengamatan pada pasca panennya yaitu pengamatan
terhadap berat produksi buah per pohon, berat buah keseluruhan, panjang buah,
diameter perbuah, pemberian pupuk
majemuk terhadap pertumbuhan suatu tanaman untuk dapat tumbuh dengan baik dan
optimal sangatlah penting, selain unsur hara yang sudah tersedia dalam tanah
tentunya harus ada perlakuan khusus, karena unsur hara mikro dan makro dalam
tidak sepenuhnya tersedia secara keseluruhan dan dalam bentuk siap pakai, agar
memperoleh hasil yang sesuai dengan yang di inginkan maka perlu dilakuakn pemeberian
pupuk tersebut
Pemberian
pupuk NPK yang kaya manfaat untuk pertumbuhan tanaman, dalam praktikum ini
diberikan setelah dilakuakn pencairan dengan penambahan air, hal ini dimaksukan
agar lebih mudah diserap oleh tanaman cabai kerting. Berdasarkan pengamatan
dilapangan di peroleh data sebagai berikut:
a. Tinggi
Tanaman
Rata – rata tinggi tanaman yang dipupuk N,P,K lebih
tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak di pupuk. Dosis N,P,K tidak
menyebabkan tinggi tanaman berbeda (Tabel 1).
Dosis pupuk N, P dan K
|
Tinggi Tanaman (cm)
|
||
1 MST
|
2 MST
|
3MST
|
|
Kelompok 1
|
21,6
|
34,1
|
45,6
|
Kelompok 2
|
22,7
|
35,5
|
57,5
|
Kelompok 3
|
24,7
|
37,2
|
49,7
|
Kelompok 4
|
23,4
|
39,7
|
51,4
|
Ket : Setiap perlakuan pemberian Pupuk NPK, berbeda
dalam dalam pertumbuhan tinggi tanaman
b. Jumlah Daun
Setiap
perlakuan rata – rata jumlah daun tanaman cabai
berbeda sesuai pupuk yang diberikann
selama 3 MST. Setiap pertumbuhan tidak
berbeda jauh dari perlakuan 1 sampai 4. Satu perlakuan yang berbeda dalam
pertumbuhan yakni perlukuan P0 tidak memberikan pupuk apa pun (Tabel 2).
Dosis Pupuk N,P dan K
|
Rata – rata Jumlah Daun
|
||
1 MST
|
2 MST
|
3 MST
|
|
Kelompok 1
|
14,6
|
38,6
|
68,8
|
Kelompok 2
|
17,4
|
24,1
|
30,1
|
Kelompok 3
|
12,2
|
16,5
|
19,4
|
Kelompok 4
|
15,7
|
23,5
|
37,5
|
Keterangan
: Angka – angka setiap perlakuan ada berbeda dalam pertumbuhan vegetatifnya.
c. Jumlah Bunga.
Pada tanaman cabe keriting jumlah bunga
tergantung pada perawatan dan pemberian pupuk. Ketika diberi pupuk dengan baik
pertumbuhan bunga pun semakin baik. Kadang kala bunga pun cepat mati karena
salah pemberian pupuk. Rata – rata setiap perlakuan berbeda pula, lihat (Tabel 3).
Dosis
Pupuk N,P dan K
|
Rata
–Rata jumlah Bunga
|
||
1 MST
|
2 MST
|
3 MST
|
|
Kelompok 1
|
9,1
|
14,6
|
20,3
|
Kelompok 2
|
11,5
|
17,8
|
22,4
|
Kelompok 3
|
12,2
|
16,5
|
19,4
|
Kelompok 4
|
9,7
|
12,4
|
14,5
|
Ket : Angka – angka perlakuan berbeda nyata.
d. Jumlah Buah
Pertumbuhan buah tergantung dari masa
reproduktif bunga. Dalam perhitungan buah banyak tidak produktif karena adanya
kurang teliti dalam pemupukan. Kekurangan pupuk kekurangan pupuk kalsium atau terlalu banyak, mungkin
kekurangan unsure nitrogen. Setiap perlakuan
kerontokan buah tanaman telah terjadi, mengakibatkan produktivitas buah makin
menurun/. Perlakuan pemberiann pupuk yang sesuai hasil produktivitas yang baik,
lihat (Tabel 4 di bawah ini):
Dosis Pupuk N,P dan K
|
Rata-Rata Buah
|
||
7 MST
|
8 MST
|
9 MST
|
|
Kelompok 1
|
12,6
|
27,6
|
48,1
|
Kelompok 2
|
16,6
|
17,6
|
25,7
|
Kelompok 3
|
3,5
|
6,2
|
11
|
Kelompok 4
|
2,5
|
4,6
|
12,1
|
Ket: Angka – angka setiap perlakuan
berbeda – beda.
e. Jumlah Bobot (JB)
Perhitungan pasca panen dalam
perhitungan JB ini nilai yang paling terendah
yakni 12, 4. Pupuk N,P,K dalam Perlakuan yang berbeda dan nilai
tertinggi dalam perlakuan JB ini adalah 17,4 dalam perhitungan. Secara lebih
rinci (di lihat dalam tabel 5 di bawah ini :
Perlakuan
N, P dan K
|
Rata –
rata JB
|
Kelompok 1
|
12,4
|
Kelompok 2
|
13,2
|
Kelompok 3
|
16,4
|
Kelompok 4
|
17,4
|
Keterangan : Angka – angka berbeda dalam setiap
perlakuan pemberian pupuk.
f. Diameter Buah (DB)
Tanaman cabe keriting dalam pengolahan
data ini, nilai tertinggi 34,07 g/ tanaman memiliki bobot diameter yang lebih tinggi di bandingkan dengan
tanaman perlakuan yang lain. Nilai terendah 25,57 di perlakuan nomor urutan
tiga, dapat lihat dalam Tabel 6 di bawah ini) :
Perlakuan
|
Rata –
Rata DB
|
Kelompok 1
|
32,8
|
Kelompok 2
|
34,07
|
Kelompok 3
|
25,57
|
Kelompok 4
|
29,6
|
Ket : Angka – angka
perlakuan berbeda pula
g. Panjang Buah
Pemberian pupuk N,P,K dalam praktikum ini,
dari keempat kelompok rata – rata panjang buah yang di peroleh adalah kelompok
dua dengan panjang buah 97,75 sedangkan panjang buah yang terendah dengan angka
86,2. Rata – rata nilai panjang buah
yang rendah terdapat di perlakuan di kelompok tiga. Secara lengkap dapat (lihat
di Tabel 7) :
Perlakuan
|
Rata
–Rata PB
|
Kelompok 1
|
94,7
|
Kelompok 2
|
97,75
|
Kelompok 3
|
86,2
|
Kelompok 4
|
95,45
|
Ket : Angka – angka panjang buah tidak bedah
jauh dibawah angka sepuluh.
h. Bobot
Dalam
perlakuan bobot tanaman cabe keriting merupakan perlakuan terakhir dari
perhitungan pasca panen. Dalam perlakuan, ini nilai bobot pada tanaman cebe
keriting di beri pupuk N,P dan K dengan dosis berbeda hasilnya pun berbeda
nyata. Nilai Bobot tertinggi di perlakuan yang kedua denan nilai 36,5 sedangkan
nilai bobot terendah 29,9 gram. Bobot buah cebe keriting, secara lengkap lihat
(Tabel 7 di bawah ini):
Perlakuan
|
Rata –
Rata Bobot
|
Kelompok 1
|
32,8
|
Kelompok 2
|
36,5
|
Kelompok 3
|
35,7
|
Kelompok 4
|
29,9
|
5.2. Pembahasan
Pupuk N, P dan K meningkatkan pertumbuhan
tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah buah,diameter buah, Jumlah bobot, panjang
buah, bobot dan luas daun.
Untuk itu, perlu mengetahu fungsi pupuk
secara garis besar: Menambah dan menyuburkan tanah ; sebagai vitamin bagi
tubuh adalah nutrisi tanah;
menghidupkan kembali jasad renik yang ada dalam tanah; merangsang tanaman agar
tumbuh sehat; melindungi tanaman dari hama penyakit dan Menaikan mutu dan porudktivitas
hasil tanaman
Menurut Mokhele et al. (2012) selama masa
pertumbuhan dan perkembangan tanaman,nitrogen bersifat mobil dan membentuk
protein yang ditransportasikan ke dalam berbagai organ tanaman. Banyak
penelitian telah meneliti tentang pemberian pupuk N,P,dan K tentang penunjukan
pemberian pupuk Urea, Fosfor dan Kalium.
Ketiga jenis pupuk organik ini berbeda
pula dalam masing – masing fungsinya. Seperti pupuk Urea dalam perlakuan
pemberian pupuk pada tanaman cabe keriting dibandingkan dengan tanpa pemeberian
pupuk tanaman. Pemberian pupuk majemuk NPK dengan dosis di kelompok dua kg per
bedengan pada tanaman cebe keriting ini hasil lebih tinggi di bandingkan dengan
perlakuan lain.
Pemupukan susulan:
Meskipun tanaman cabai sudah dipupuk secara total, namun untuk menyuburkan
pertumbuhanyang prima dapat diberi pupuk tambahan (susulan), yaitu pada saat
fase pertumbuhan vegetatif aktif (daun dan tunas) adalah pupuk daun yang kandungan N-nya
tinggi, misalnya Multimicro dan Comlesal cair.
Perlakuan
satu
minggu sekali diberi pupuk susulan NPK untuk
bunga, buah untuk produktivitas buahnya yang lebih baik. Jenis pupuknya adalah
NPK atau campuran Urea,
SP-36,
KCl dengan dosis tertentu
maka pertumbuhan
tanaman cabai cukup bagus, pemberian pupuk susulan ini.
Namun demikian, dalam praktek pemberian
pupuk N,P dan K pun perlu ketelitian yang cukup matang dalam hal pemberian
pupuk urea, phospat dan kalium. Ketelitian dalam dosis yang
ditentukan,seandainya kelebihan memberikan pupuk dapat terganggunya metabolisme
tanaman, pertumbuhan vegetatif dan pada
produktivitas buah.
Dalam bercocok tanam, memperoleh hasil
yang tinggi merupakan tujuan utama. Namun pada kenyataannya dalam praktek ini
cenderung merugi, hal tersebut dikarenakan berbagai macam kendala, salah
satunya dikarenakan oleh eksternal seperti faktor abiotis atau OPT. Faktor
biotis adalah makhluk hidup yang menimbulkan kerusakan pada tanaman, seperti
manusia, hewan/binatang, serangga, jasad mikro ataupun submikro dan lain
sebagainya.
Pada kenyataan dalam lapangan praktek ini
faktor ekternal lebih Nampak seperti Organisme penggangu tanaman (OPT). Faktor
abiotis ini yakni hama dan penyakit tanaman. Hama menyerang
yakni Thrips (Thrips parvispinu Karny) dan Tungau (Polyphagotarsonemus latus
Banks) dan penyakit tanaman
yakni : Antraknose
dan Layu Fusarium.
. Hama Thrips menyukai
daun muda. Mula-mula daun yang terserang
memperlihatkan gejala noda keperakan
yang tidak beraturan, akibat adanya luka dari cara makan
hama tersebut. Setelah beberapa waktu, noda keperakan tersebut berubah menjadi kecoklatan terutama
pada bagian tepi tulang daun. Daun-daun
mengeriting ke arah atas. Pada musim kemarau perkembangannya sangat cepat sehingga
populasinya lebih tinggi. Penyebarannya
sangat terbantu oleh angin, karena Thrips
dewasa tidak bisa terbang dengan
sempurna. curah hujan.
Tungau (Polyphagotarsonemus
latus Banks). Gejala umum adalah
tepi daun keriting menghadap ke bawah
seperti bentuk sendok terbalik dan terjadi penyempitan daun. Daun yang terserang berwarna keperakan
pada permukaan bawah daun. Daun menjadi menebal dan kaku, pertumbuhan pucuk tanaman terhambat. Gejala ini tampak dalam waktu yang relatif cepat, 8 -10 hari setelah
terinfeksi oleh beberapa
ekor tungau, daun-daun akan menjadi cokelat.
Cara pengendalian kedua hama secara mekanik dilakukan dengan
pembersihan semua gulma dan sisa tanaman
inang hama tungau. Tanaman yang terserang berat dicabut atau
pucuk-pucuknya dipotong kemudian
dikumpulkan dan dibakar; Pengendalian cara lain yakni secara kimia dapat dilakukan pada
tingkat kerusakan daun/tanaman contoh
sekitar 15 %, dengan menggunakan berbahan aktif yaitu decis.
Penyakit antraknose disebabkan oleh dua
jenis jamur yaitu Colletotrichum capsici dan Colletotrichum
gloeosporioides. Gejala pada biji berupa kegagalan berkecambah
dan pada kecambah menyebabkan
layu semai. Pada tanaman
yang sudah dewasa
menyebabkan mati pucuk, pada daun
dan batang yang
terserang menyebabkan busuk
kering. Buah yang terserang C. capsici menjadi busuk dengan warna seperti terekspos
sinar matahari (terbakar) yang diikuti busuk basah berwarna hitam, karena penuh dengan rambut
hitam (setae), jamur ini pada umumnya
menyerang buah cabai menjelang masak
(buah berwarna kemerahan).
Penyebab penyakit layu
Fusarium adalah jamur Fusarium oxysporum var. vasinfectum. Infeksi pertama umumnya
terjadi pada pangkal batang yang
langsung berhubungan dengan tanah. Pangkal batang tersebut menjadi busuk
dan berwarna coklat tua. Infeksi
lanjut menjalar ke daerah perakaran dan
menyebabkan kerusakan pada akar (busuk basah). Apabila kelembaban lingkungan cukup tinggi, bagian
pangkal batang tersebut berubah warna menjadi keputih-putihan karena banyak terbentuk
spora. Infeksi yang parah
menyebabkan seluruh bagian
tanaman menjadi layu karena
transport air dan nutrisi ke bagian
atas tanaman terganggu.
Jamur membentuk makro
konidia (dengan dua -enam septa) dan
mikro konidia (sel tunggal) dan klamidospora (hifa berdinding sel tebal). Klamidospora dapat
bertahan lama pada kondisi
lingkungan yang tidak
menguntungkan untuk pertumbuhan jamur. Suhu untuk pertumbuhan
optimal jamur berkisar antara 24 -27 C,
sehingga penyakit layu
Fusarium tersebut banyak berkembang di daerah
dataran rendah, terutama yang
berdrainase kurang baik. Patogen dapat menyebar melalui hembusan
angin dan aliran
air.
Cara pengendalian kedua penyakit diatas dilakukan secara mekanik dengan pembersihan
tanaman terserang penyakit berat dan ringan dicabut kemudian dikumpulkan dan
dibakar. Dalam mengatasi hal tersebut
berbagai macam cara sudah dilakukan,dengan menggunakan penyemprotan bahan aktif,
namun dalam kenyataan produksi sudah kecil sekali.
Di lihat dari nilai bobot hasil akhir
pasca panen seperti, panjang buah, berat buah, tekstur buah, fisik buah cabai
tidak memenuhi kriteria memasuki tingkat pemasaran untuk memasarkan hasil
produktivitasnya.
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Pupuk adalah bahan pengubah sifat
biologi tanah supaya menjadim lebih baik. Pupuk selain berfungsi menggemburkan
tanah juga untuk membantu pertumbuhan tanaman. Pupuk dalam pengertian khusus
mengandung bahan hara (urea)
Nitrogen. Kita biasanya membagi pupuk kedalam berbagai jenis diataranya pupuk
kandang,pupuk organik, Pupuk anorganik, pupuk kompos, pupuk cair, pembena tanah, dll.
Khusus
untuk pertanian hortikultura pupuk memiliki kadar tersendiri. Jangan salah,
walaupun memilih pupuk yang memiliki kadar kandungan yang tinggi dan mahal
tetapi jika tidak memiliki pengetahuan
cukup mengenai pupuk (mengetahui teknik yang tepat dalam pemupukan,kontur
tanah), panen bisa saja mengalami
kegagalan.
Pemupukan
dilakukan dua kali pupuk awal dan pemberian pupuk susulan. Dosis anjuran pupuk
yang dalam praktek ini yakni 63 gram urea, SP-36 33 gram dan KCl 33 gram pupuk susulan, pupuk daun yakni decis per hektar.
Hama
tumbuhan adalah organisme yang menyerang tumbuhan sehingga pertumbuhan dan
perkemabanganya terganggu. Faktor abiotis yakni hama dan penyakit tanaman. Hama menyerang
yakni Thrips (Thrips parvispinu Karny) dan Tungau (Polyphagotarsonemus latus
Banks) dan penyakit tanaman
yakni : Antraknose
dan Layu Fusarium.
Penggendalian
hama dan penyakit tanaman dilakukan melalui dasar – dasar lahan tani gurem
cabai., meliputi pemantauan
hama/penyakit, ambang kendali,
penyemprotan dengan menggunakan sprayer dan mekanik.
6.2. Saran
Diperlukan mengajari cara pengaplikasian pemberian dosis
pupuk NPK dan cara mengatasi penyakit
tanaman cabai keriting yang tepat kepada petani, karena cabai keriting juga merupakan tanaman horikultura prospek ekonomi yang menguntungkannya.
Daftar
Pustaka