Minggu, 15 Oktober 2023

EKPANSIONISME BARU DI PASIFIK SELATAN

Geitogo M Gobai
Pendahuluan
     Dalam  geopolitik dunia keinginan bangsa-bangsa untuk menguasai ke bangsa-bangsa lain tentu melakukan berbagai cara baik dari diplomasi tingkat rendah sampai diplomasi tingkat tinggi. Pada abad ke-21, katakanlah bangsa-bangsa adidaya, maju dan bangsa sedang berkembang telah merangcang stategi khusus baik melalui ekpansionisme baru, imperialisme, kolonialisme, kapitalisme dibarengi dengan tekanan-tekanan militer yang luar biasa kepada bangsa lain untuk melanjutkan penjajahan baru kepada suku bangsa lain.
     Menurut teori-teori geopolitik, geografi dipercaya sebagai factor dominan yang  mempengaruhi identitas, perilaku dan interaksi suatu negara. Indonesia menjadi ekpansionisme baru muncul pada abad ke 21 sebagian diantaranya karena kepercayaan bahwa penguasaan atas daerah jantung emas menjadi satu-satunya cara untuk tampil seakan-akan sebagai negara penguasa baru.
Kasus-kasus beberapa Negara di Asia Tenggara menganggap Tiongkok ingin menguasai Laut China Selatan karena konseptualisasinya tentang zhong guo. Negara Israel dan Palestina menjadi perang mengerikan sepanjang sejarah geopolitik global atas sengketa perbatasan merupakan factor yang kerapkali menjadi sebab peperangan antar negara.
     Tulisan ini membahas beberapa persoalan khususnya bagaimana perubahan geopolitik global terutama di bagian Malanesia dan Pasifik Selatan. Secara lebih khusus membahas gerakan batas antara Negara Papua New Guiena (PNG) dengan Negara Indonesia atas wilayah sengketa daerah Papua Barat. Yang kedua, ekspansionisme baru dari Indonesia ke Bangsa Malanesia, status Indonesia di MSG dan Undang- Undang Wantok Bilong Yumi Bill.


A.    Eksodus Warga Papua Barat ke Papua Bagian Timur (PNG).
        Garis batas itu memisahkan kami. Simbol kami adalah satu daratan yang disebut one pla graun. Mereka di timur dan kami di barat katakanlah Papua New Guinea (PNG) dan Papua Barat. Sejak pasca Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 ratusan bahkan ribuan orang barat berpindah ke bagian timur atau disebut dengan Exsodus. Pada saat itu, mobilisasi penduduk besar-besaran ke bagian Timur di Papua New Guinea, jumlah orang yang kita tidak dapat diperhitungkannya. Eksodus ini disebakan oleh invasi militer dari orang-orang Melayu. Warga asli Malanesia terhimpit dari militer sampai tidak bisa bergerak hingga membunuh, menembak, memperkosa, membakar rumah, membunuh ternak dan tanaman-tanamannya.
      Eksodus besar-besaran warga Papua Barat ke Negara Papua New Guinea (PNG) saat Perdana Menteri  Mr Mikael Somare ini. Beliau sebagai tokoh Bangsa di Malanesia telah gagal wujudkan gerakan pribumi Malanesia. Seharusnya beliau menggerakan Gerakan pribumi Malanesia dari tanah-tanah yang hilang dari negeri Melanesia seperti Papua Barat, Kanaky dan Bouganville. Meski Bouganville adalah penjajahan dari PNG itu sendiri.  Kekosongan politik dan taktik diplomasi yang masih buram  sehingga PM Somare itu dimanfaatkan oleh Bung Hatta di Jakarta. Wajar kalau pihak Indonesia belajar pengalaman selama 350th penjajahan dari  Negara Belanda.
      Bagaimana Pangu Pati (Partai milik Somare) tidak diprogres untuk gerakan  pribumi Malanesia sedangkan Partai People's Progress Party lebih paham sehingga para exsodus bisa memberikan keleluasaan dengan gerakan pribumi itu. Kami orang Papua sadar bahwa operasi rajawali, ABRI masuk Desa tekanan-tekanan ancaman kehidupan kami. Pada saat itu kami membutuhkan dukungan-dukungan dari negara-negara yang merdeka secara de fakto dan dejure. Saat itu Somare mengkritik masalah kemanusiaan di Negara Uganda. Masalah pengungsian dari Barat ke Timur PNG tidak satu pun beliau bersuara. Beliau berkata itu masalah urusan kedaulatan dalam Negeri Indonesia.
       Akibat invasi militer orang Papua pindah ke bagian Timur. Tanah kami hilang, surga kami hilang. Pusaran" kami telah injak-injak oleh militer dan suku bangsa lain. Andaikan sampaikan pidato ke UNHCR bahwa kedaruratan kemanusiaan di Papua, mungkin tanah kami masih ada, hutan kami masih banyak. Gerakan pribumi hilang takut akan serangan-serangan di batas lintas atau ambil ali negaranya. Tentu tidak, pasti ada diplomasi yang efektif dengan negara lain.


B.    Ekspansionisme Dari Suku Bangsa Melayu
       Kita kembali melihat sejarah Bangsa Indonesia dimana dalam sidang BPUPKI pertama 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 dimana pemimpin Bangsa Indonesia dalam sidang itu berdebat tentang akan berlakukan ekspansionisme dan imperialisme baru kepada bangsa-bangsa lain terutama di wilayah-wilayah Kepulauan Pasifik Selatan. Dimana negara yang baru persiapkan merdeka itu, hendak mau menjajah bangsa lain. Singkatnya negara belum merdeka mau menjajah, perdebatan alot dalam sidang itu.
      Peristiwa tertembaknya seorang nelayan Indonesia yang sedang mencari ikan di wilayah Papua Nugini di bagian selatan itu menjadi keberanian tersendiri dalam tubuh militer PNG . Keputusan Army menembak mati bagi pelanggar lintas batas negara memakan waktu yang cukup lama. Hubungan antara kedua negara  ini kurang lebih 35  tahun lebih kemudian baru adanya tembak mati bagi pelanggar lintas batas berdekatan sota Merauke itu dari pihak tentara PNG.
      Dilihat dari catatan kasus di lintas batas, bahwa pada saat mengejar target selain ekspansionisme sampai Kepulauan Solomon itu adanya berbagai peristiwa penembahkan, pembakaran rumah-rumah warga sampai pada mengebom wilayah PNG.  Perundingan damai yang disepakati oleh kedua negara ini sering gagal  menjaga tercipta kedamaian. Ambisi menguasai tanah Malanesia itu ada sejak Daerah Operasi Militer di Tanah Papua. Dengan agresi militer itu berhasil integrasikan Papua ke Indonesia.
    Mengutip celaan dari Hatta dalam sidang BPUPKI itu " bukan tidak mungkin kita belum puas dengan Papua saja, tetapi mungkin juga akan menginginkan Kepulauan Solomon dan wilayah-wilayah lain sampai sejauh pertengahan samudra Pasifik.
     Padahal opsi yang dikemukakan dalam sidang BPUPKI dilihat dari garis sejarah diakui bahwa Papua Barat, dan wilayah Suku Bangsa Melayu ialah wilayah jajahan Belanda dan Jepang. Papua Timur termasuk wilayah jajahan dari Negara Jerman jatuh ke tangan Negara Inggiris dan  Australia. Itulah kekuatan hukum Internasional yang diduga menang, jika Indonesia berani mengambil ali wilayah Malanesia lain.
   Disisi lain,  intervensi kejayaan Australia juga menjadi ancaman bagi Pemerintah PNG untuk membiarkan Papua menjadi bagian Indonesia. Mungkin isu-isu internal intel masuk akan adanya ekspansionisme baru bahwa wilayah Papua Barat pintu bagi Malanesia, Micronesia dan Polinesia serta oceania.
     Peristiwa penguasaan operasi dari aparat Indonesia  ini mungkin Mr Mikael Somare lebih dulu kwatir atas kesepakatan dalam sidang BPUPKI itu. Ataukah para intel Australia membujuk akan adanya isu ekspansionisme sehingga takut menyampaikan dukungan kepada orang Malanesia Barat ?. Somare lebih memilih perundingan damai antara kedua negara itu?
    Pada masa kepemimpinan Mr Mikael Somare  terbuka untuk pendropan bantuan seperti alat senjata serta amunisi kepada pimpinan militer ke seluruh pelosok di Papua Barat. Pengawasan lintas batas dikatakan masih aman melalui jalan-jalan lokal.
     Dengan adanya seluruh wilayah Papua Barat dibawah tekanan ancaman Daerah Operasi Militer  (DOM) oleh militer Indonesia  menyebabkan banyak kali melanggar perbatasan di wilayah Papua New Guinea.  Tekanan invasi itu membuat orang-orang Papua mengungsi ke wilayah timur. Upaya memulangkan orang-orang Papua dilakukan melalui berbagai diplomasi serta adanya ancaman kepada warga-warga asli PNG di sekitaran sepanjang  lintas batas.  Secara diplomasi negara Indonesia merasa berhasil dengan adanya pemulangan warga pengungsi tanah air. Seringkali kedatangan pihak pemerintah Indonesia di tempat-tempat pengungsian dengan sopan dan santun. Dengan bahasa manis-manis di Papua sudah damai, aman.
     Pemerintah telah membangun berbagai fasilitas terutama perumahan, air bersih, pendidikan gratis dan puskemas. Semua itu dapat tipu  sebab tanah yang dulu mereka kenal hutan hujan sebagai tempat berburuh hilang. Tanah-tanah itu milik orang pendatang dengan sertifikat yang dibuat dengan selembar kertas putih.
      Alam yang dulunya penuh dengan fauna dan flora, dulunya tanah yang penuh susu dan madu itu tidak ada lagi. Orang Papua yang pulang ke asal masing -masing kampung di Papua cuma mimpi siang bolong atas janji akan memberikan fasilitas yang memadai.
       Bagaimana mungkin pemerintah memperhatikan nasip  para pengungsi yang hendak pulang ke kampung halaman ini. Adanya orang asli Papua yang ber KTP Indonesia saja mengalami banyak tekanan dari militer. Lain sisi belum adanya perhatian khusus sehingga terjadi mall Nutrisi di pelosok tanah yang kaya raya ini. Proteksi pemberdayaan hak hidup, hak politik, hak berekonomi, hak berpendidikan masih di bawah standar dalam tekanan militer. Sekalipun ada selalu intervensi dari para raja-raja kecil sehingga tak berkutik apa-apa.
        Kelompok raja kecil yang lahir dan tumbuh subur itupula menghiraukan hak orang asli Papua sehingga minoritas serta marginal di negeri sendiri atas ketidakberpihakan hak-hak dasar hidup. Sebagian para pengungsi ada kerinduan akan tanah airnya. Ingin meminum air susu dan madu di negeri leluhur akan tetapi  lebih baik tinggal di negeri orang. Ada saatnya akan menimba air susu yang manis untuk seumur hidupnya.
     Dimana berlanjutnya operasi-operasi militer di lintas batas serta seluruh tanah Papua tanah berdampak pada  kekayaan alam bebas dikuasai oleh negara melalui kekuatan-kekuatan militer. Ketika pemimpin negeri timur tidak membatasi akan aktivitas para aktivis saat itu maka ada win-win solution atas bangsa yang hilang.
      Dalam ekspedisinya Prof Dr Jared Diamond ahli sejarah dan Geografi  di PNG mendapat pertanyaan dari seorang warga bahwa mengapa muatan kalian lebih besar dibandingkan dengan muatan kami.  Alangka sukarnya pertanyaan itu bangsa kita tidak perlu adanya muatan besar ataupun teknologi berbasis kapitalisme yang mengancam eksistensi nafas kehidupan kita akan hancur. Muatan yang dimaksud adalah perkembangan teknologi pertanian bahkan teknologi yang lainnya.
     Cargo itu muncul dan hadir menguasai tanah serta kekayaan alam lainnya. Negeri one pla graun ini harus kembali ke habitatnya hutan, rawa, danau gunung merupakan tempat kehidupan kita. Bukan teknologi yang dibutuhkan, hadirnya teknologi tanah, hutan, gunung hancur lulu lantakan negeri kita.
     Ketika perang gerilya mulai di Bouganville alam menjadi tempat penyelamat bangsanya. Saat pengungsian berlangsung ramuan-ramuan tradisional menjadi obat alternatif serta makanan dan sayur-sayuran. Hutan menjadi satu tempat kita berdamai bukan dengan cargoisme.
    Cara pandang orang awam tidak bedah jauh dengan Mr.Somare dalam tindakan politik yang mana membatasi para aktivis Papua di wilayahnya. Politik sumbuh pendek, seharusnya, PNG dijadikan tempat pergerakan pribumi one pla graun. Tertutupnya pandangan politik masa lalu membuat akan lama pencapaian perdamaian politik di Papua Barat. Bukan bergantung pada PNG untuk bebas dan tidak akan tetapi memberikan akses waktu itu lebih baik ketimbang hari ini dan kedepan di lintas batas itu **


C.    Bangsa Melayu di Malanesia Sperhead Grub (MSG).
    Ekspansionisme yang telah diperbincangkan sejak tahun 1945 perlahan-lahan mulai nampak untuk menguasai tanah leluhur bagi Bangsa Malanesia. Tentu Suku Bangsa Melayu  tidak diam untuk memperluas penjajahan bagi tanah air di Pasifik Selatan.
     Berbagai ceritera penting lainnya, bagaimana suku ekskimo bertahan hidup di negeri sendiri seperti suku bangsa Aborigin di Australia. Tanah suci itu diambil oleh para orang -orang pelayaran. Mereka tersingkir, terpinggir, terbungkam, terdiam, tertutup di negerinya. Mereka seperti orang-orang terbungkam sepanjang masa, bahkan mereka di gusur ke pulau lain dari tanah leluhurnya.
     Bagaimana dengan peritiwa bangsa dua suku besar yaitu  Maori dan Mariori di Selandia Baru. Suku Maori menganggap suku superior dari dua suku tersebut. Cara pandang negatif membuat tanah asal suku Mariori diambil alih oleh suku Maori. Pada saat Invasi Taranaki  Maori (1835-1865) bahwa dalam peristiwa ini sumber daya alam (SDA) serta ribuan orang asli Suku Mariori dari Kepualauan Catham dihabiskan dengan bedil dan senapan. Kejadian sadis ini menewaskan banyak rakyat dengan difasilitasi oleh para penjajah dengan cerita yang buram masa-masa itu.
     Catatan sejarah dua suku bangsa dari peristiwa besar yang berbeda telah terjadi di negeri Malanesia, Polinesia, Mikronesia menjadi catatan penting dalam abad ke dua puluh satu ini. Bagaimana dengan Bangsa Melayu yang dianggap sebagai Bangsa yang superior dari bangsa pemilik tanah leluhur ini.  Bangsa yang licik seperti ular ini telah menguasai sendi-sendi kehidupan serta tidak ada harapan masa depan bagi bangsanya. Begitu banyak SDA telah dijual kepada bangsa asing dengan perjanjian gelap (black agreement) tanpa mengetahui hak kesulungannya.
     Pasca perang dunia II, untuk memperluas perang kolonialisme pengambil alihan hak-hak hidup serta hak sumber daya alam (SDA), Negara Indonesia membentuk sebuah Pasukan yang namanya pasukan Trikora. Untuk membubarkan Negara Papua yang seumuran jagung yang artinya 19 hari Negara Papua Barat didirikan sejak 1 Desember 1961.
     Diplomasi Negara Indonesia tahap pertama, telah berhasil dengan bantuan bedil, tima panas/senjata untuk membumi hanguskan tanah Papua Barat. Distribusi alat-alat perang telah mematakan rencana diplomasi dengan blok negara sosialis, komunis dari blok barat untuk merebut tanah air Papua Barat.
Diplomasi tahap kedua dari Negara Indonesia, terus berupaya menggagalkan anggota Malanesia Sperhead Grup (MSG) dengan status Observer. Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) yang ke-20 di Honiara Kepulauan Solomon Island menghasilkan beberapa keputusan penting, salah-satunya adalah peningkatan status Indonesia dari Observer menjadi Associate Member.  MSG sendiri merupakan organisasi yang beranggotakan negara-negara yang berlatar belakang budaya Malanesia, yaitu  Papua New Guinea (PNG), Fiji, Kepulauan Solomon, Vanuatu, Bouganville dan Kanak and Socialist Natonal Liberation Front (FLNKS) dari Keledonia Baru.
     Peningkatan status Asosiate Member menjadi taktik full diplomasi oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk mematahkan gerakan diplomasi dari United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) untuk anggota penuh di Malanesia Sperhad Grup (MSG). Peningkatan status Asociate Member tersebut dengan perjanjian–perjanjian khusus dengan negara Bangsa Malanesia kecuali Negara Vanuatu.   Dengan ini Bangsa Indonesia merasa telah berhasil meyakinkan kepada tiga pemimpin–pemimpin negara-negara di Malanesia dengan hubungan bantuan luar negeri yang telah dijanjikannya. Bentuk bantuan belum juga dikatakan
     Rezim akan berganti sehingga tetap mempertahankan untuk mematahkan gerakan ULMWP menjadi anggota penuh di MSG. Niscaya, geopolitik global akan beruba, jika pendekatan diplomatik yang tersturktur dan terukur dilakukan oleh pemimpin tanah air Papua Barat.  
     Hubungan antara Negara Amerika Serikat dengan Negara Indonesia sedikit demi sedikit mulai terputus atas pengambilalihan saham sebesar 51% persen PT.FI di kelolah oleh Pemerintahan Negara Indonesia. Berapa lama hubungan akan bertahan antara Pemerintah Indonesia dan Negara-Negara di Malanesia?. Apakah perjanjian yang disepakati dalam bentuk perjanjian dimanis atau perjanjian absolut. Wujud perjanjian dimanis maka kapan saja akan beruba perjanjian tersebut sebab ada gerakan budaya, tidak ada yang mematahkan dengan diplomatik apapun.
     Sebuah bangsa berdiri atas dasar budayanya sehingga tidak akan pernah melupakan warisan budaya dan sejarahnya. Pendekatan biologis, pendekatan ideologis dan pendekatan budaya menjadi salah-satu jalan menuju ULMWP menjadi anggota tetap di Malanesian Sperhead Grub (MSG).

D.    Wantok Blong Yumi Bill
Vanuatu tidak akan sepenuhnya merdeka sampai seluruh Bangsa Malanesia Merdeka (Janji Konstitusional). Walter Lini Bapak Bangsa Vanuatu.
    Untuk mewujudkan janji konstitusional tersebut Republik Vanuatu mendukung penuh gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bentuk dukungan pemerintah Vanuatu kepada OPM untuk memisahkan diri dari penjajahan Negara Indonesia. Negara Republik Vanuatu, sebagai satu- satu negara yang memiliki tujuannya sendiri, yaitu Ras Melanesia yang sedang dijajah segera dibebaskan dari tanah air Malanesia. Dukungan terhadap OPM salah satu cara dari tujuan tersebut, ketika pemerintah Vanuatu ingin melihat dukungannya terhadap OPM akan mambantu Vanuatu meraih tujuannya untuk negara-negara Ras Melanesia bebas dari penjajah kolonialisme, imperialisme, kapitalisme dan militerisme, maka dukungan tersebut tidak akan dicabut  sebagaimana telah disahkannya undang-undang secara konstitusional dukungan untuk pembebasan bangsa Papua Barat.
     Pada bulan Juni 2010, Parlemen Vanuatu telah mengesahkan Undang-undang Wantok Bilong Yumi (the Wantok Bilong Yumi Bill) untuk mendukung perjuangan Papua Barat untuk merdeka dari Indonesia, mengikat Vanuatu ke dalam perjuangan untuk mendorong status pengamat (observer) Papua Barat di dalam Melanesian Spearhead Group (MSG) dan Pacific Island Forum (PIF). Undang-undang Vanuatu ini merupakan perkembangan yang sangat bersejarah dalam konteks dukungan resmi di dalam komunitas persaudaraan Melanesia untuk perjuangan Papua Barat. Ini adalah suatu sikap yang ditunjukan oleh Vanuatu terhadap dukungan bagi kemerdekan Papua Barat yang didasari oleh persamaan Ras Melanesia.
     Dalam konteks Undang-Undang di Negara Vanuatu tersebut memberikan sinyal bahwa perjuangan Bangsa Papua Barat tidak berdiri sendiri. Undang-Undang tersebut bentuk advokasi kepada bangsa-bangsa ras Malanesia sehingga dalam pembahasan sidang PBB, Negara Vanuatu dan 6 negara lain memberikan warning kepada Pemerintah Indonesia soal Hak Asasi Manusia (HAM), serta hak-hak lainnya termasuk  gugatan hasil PEPERA1969 yang cacat hukum.
     Dalam hal ini Indonesia mencoba menggunakan jalur diplomasi dengan Negara Republik Vanuatu akan tetapi sulit bagi Negara Indonesia menggunakan jalur tersebut untuk membendung atau meredam isu Papua Barat di kanca Internasional. Negara Republik Vanuatu lebih duluh mematok hubungan diplomasi dengan undang-undang Wantok Bilong Yumi Bill yang telah ditetapkan secara konstitusional.
    Bahkan dalam kanca forum Malanesia Sperhead Grub (MSG) Negara Indonesia terus membangun diplomasi konstruktif bahwa Republik Vanuatu adalah sebagai Negara yang mengganggu kedaulatan Indonesia. Status Observer bagi perjuangan Bangsa Papua Barat melalui ULMWP tetap akan eksis ssampai pada Negara Vanuatu mencabut undang-undang yang telah ditetapkannya. 

 

PENUTUP

    Penjajahan baru dari Indonesia di kanca forum Internasional terutama di Malanesian Sperhead Grub (MSG) dan Pasifik Island Forum (PIF) untuk mempertahankan Bangsa Papua Barat dalam Bingkai NKRI ialah status dinamis. Berbeda ketika ULMWP lebih mudah  menguasai tanah Ras Malanesia ketimbang Ras Melayu. Bangsa Negara Republik Vanuatu berdiri bersama Ras Malanesia yang hilang dari negeri asal.
    Isu tentang perjuangan di MSG terkait status West Papua yang masih dipertanyakan. Isu Hak Asasi Manusia menjadi pertimbangan untuk mendukung Papua menjadi bagian dari MSG. Dengan diberikannya status obeserver pada Papua memiliki ke khawatiran bagi Indonesia jika status tersebut adalah langkah awal bagi Papua Barat menjadi anggota tetap meskipun para pemimpin MSG menyatakan bahwa Papua Barat hanya mewakili masyarakat Papua yang ada diluar wilayah Papua. Sehingga hadirnya Indonesia menjalin dengan hubungan dengan MSG, dianggap sebagai salah satu cara untuk menghentikan aspirasi Papua.
     Kerja sama antar bangsa-bangsa yang dibangun oleh Indonesia dengan Negara- Negara Malanesia untuk menekan internasionalisasi isu Papua Barat tidak akan bertahan lama. Diplomasi para pemimpin ULMWP perlu kerja yang ekstra untuk meyakinkan serta menekan gerakan Indonesia kepada bangsa-bangsa Malanesia, Polinesia dan Mikronesia.
        Dua kemenangan besar dalam sejarah pergerakan Bangsa Papua Barat  di forum Internasional yaitu

  • Pertama,dengan adanya,undang-undang Wantok Bilong Yumi Bill isu kemerdekaan Bangsa Papua Barat di kanca Forum  Malanesian Sperhead Grub (MSG) diakui sebagai gerakan Malanesia bebas dari tanah penjajahan.
  • Kedua, dengan adanya status observer bagi The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) kemenangan rakyat Papua Barat atas berkat kerja keras Negara Republik Vanuatu.

Catatan : 

Ekspansionisme. Ekspansionisme yaitu doktrin suatu negara dalam memperluas wilayah  teritorialnya (atau pengaruh ekonominya) dan biasanya dengan cara agresi militer”.
Eksodus : perbuatan meninggalkan tempat asalnya secara besar-besaran.

Penulis : Mantan Aktivis Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Bogor

 

0 komentar:

Posting Komentar