Jumat, 20 Oktober 2023

Keruk SDA Kejahatan Terbuka di Tanah Papua


PT. FI
Undergraund PT.FI, di Papua Tengah/Ils       
Pendahuluan
Satu tuntutan yang harus lawan di zaman modern ini dengan dunia global adalah neoliberal kapitalisme modern yang mana terus mengkeruk dan mengancam alam serta pegadaian tanah adat dengan bebas oleh sepihak. Melawan dengan senjata kita akan kala dalam pertempuran, maka mari kita maju melawan dengan cara kita yang beradap.

Mencoba menulis artikel ini, terinspirasi dari krisis ekonomi Negara Yunani yang hingga menuju refrendum ekonomi menuju kekuatan politik untuk hengkang dari Uni Eropa atau akan tetap tergabung dalam negara persemakmuran. Melihat ke- Indonesiaan disini juga menarik untuk analisa konpirasi politik ekonomi Amerika, dan Indonesia atas diabaikannya tuntutan hak ulayat tanah adat di areal PT.Freport Indonesia di Papua Barat. Penulis menyampaikan sikap ini bebas dari unsur politik untuk kepentingan - kepentingan semata, dan ingin membagi cerita fenomena yang terjadi di tengah kita. Topik pembahasan hubungan kerja sama bilateral ekonomi  yaitu belajar dari krisis moneter Yunani, Untang Negara Indonesia (ULN), Penggunaan peminjaman dana dengan hal tidak Produktif, awal gadaikan kekayan alam Papua, Freeport sebagai tempat kejahatan terbaru, dan melawan kapitalisme global di Papua serta kesimpulan. Apakah tuntutan dari rakyat adat suku Amungge di Timika untuk membayar ganti rugi membawah malapetaka bagi Indonesia akan ekonomi nasional, ataukah akan mengabaikan tuntutuan itu ?. Topik pertama adalah jalan menuju refrendum ekonomi politik krisis Moneter Yunani.

Belajar dari Krisis Moneter Yunani

Bagaimana bisa dapat mendekatkan atau menjelaskan soal itu. Negara persemakmuran Uni Eropa ini tentu mempunyai tradisi untuk mengangani persoalan krisis moneter, militer atau persoalan lain akan tetapi hancurnya integritas bangsa dibawah Uni Eropa itu. Dalam krisis ekonomi yang melanda Yunani berujung pada refrendum untuk menerima atau menolak proposal talangan ekonomi (ballout) yang ditawarkan oleh Troika (Uni Eropa, Bank sentral Eropa dan International Monetary Fund (IMF). Bagaimana rakyat memilih Ya, atas refrendum yang akan gelar tanggal 5 Juni 2015 ini, sedangkan Yunani masih punya utang dari IMF, power ada pada rakyatnya.

Benar atau tidak perekonomian Yunani ambruk akibat tak mampunya membayar utang luar negeri sebesar 1,6 Euro atau sekitar 22 triliun ke International Monetary Fund (IMF). Selama enam bulan penuh dilakukan perundingan antara Uni Eropa dan Yunani dibawah kepemimpinan Syriza, menuju refrendum. Syriza mengajak dalam refrendum masyarakat tidak memilih, bukan untuk keluar dari Uni Eropa. Lebih menekankan pemerasan yang dilakukan pihak negara kreditor dan Intitusi internasional. Krisis ekonomi Yunani ini merupakan cara perlawanan yang tersturuktur, mapang untuk menuju keluar dari negara persemakmuran Uni Eropa pada abad ke-21 melawan kelompok negara neoliberal dan kapitalisme dengan tujuan politik untuk menentukan proses ekonomi sendiri. Segi kesejahteraan di Yunani menurut pengangguran berkisar 20 %, kemiskinan, kesehatan buruk, gizi buruk di bawah 10 %. Pemimpin Yunani berkeinginan dan berkeyakinan bahwa dalam wilayah negaranya, pihak lain tak boleh berkuasa dalam hal ekonomi global.

Hasil refrendum dinyatakan 61% “tidak” memilih atas refrendum yang digelar, dengan ini kerja sama peminjaman utang luar negeri dari Bank Dunia, IMF dan dari Bank Uni Eropa yang ditawarkan 1,7 Euro tidak akan melanjudkan untuk kerja sama bilateral. Ini adalah satu teknis yang dilakukan pemimpin Syriza untuk keluar dari negara persemakmuran Uni Eropa itu. Kini Negara Yunani kembali mengatur ekonomi mereka sendiri dan menuju revolusi politik. Topik selanjutnya adalah untuk membaca utang negara Indonesia dari IMF dan Bank Asia, kapan akan menunggu kebangkrutan utang warisan Indonesia itu.

Utang di Negara Indonesia

Setelah mengikuti berita di surat kabar cetak, media onlain , TV atas krisis Yunani menarik sekali. B agaimana melihat dalam lingkungan Indonesia negeri rajanya utang luar negeri dan negeri rajanya korupsi itu. Membaca sepak terjang sejarah Indonesia yang pernah terjadi kriris moneter di erah reformasi efeknya melepaskan sebuah wilayah jajahan dari Indonesia pada masa – masa itu. Ekonomi adalah kekuatan dalam segala aspek untuk kemakmuran dalam suatu negara. Hal yang tidak pernah dilupakan sepanjang sejarah negara Indonesia adalah penjajahan masih masih berlanjut sekalipun merdeka secara politik telah utuh kedaulatannya. Penjajahan baru itu namanya penjajahan ekonomi neoliberal dan kapitalisme alla modern serta rajanya utang negara tersebut. Krisis ekonomi di Yunani hanya dengan 22 triliun euro, sedangkan Indonesia memiliki utang negara lebih dari 250 triliun dolar AS, yang menjadi warisan sepanjang sejarah yang harus di tangguhnya. Mengenal lebih dekat utang luar negeri Indonesia pada tahun 2015 tercatat sebagai berikut.

Utang luar negeri (ULN) Indonesia pada bulan Mei 2015 tercatat 298,1 miliar dollar AS sehingga ULN Indonesia tumbuh melambat yakni 7,6% (yoy), dibandingkan triwulan IV-2014 10,2% (yoy). Pada sektor swasta posisi ULN akhir triwulan I-2015 terpusat pada sektor keuangan, industri, pengolahan, pertambangan, listrik dan gas dan air bersih. Pangsa ULN swasta masing – masing sebesar 29,5 persen, 19,9 persen, 16 persen, dan 11,7 persen.

Utang negara luar negeri (ULN) seringkali persoalan bangsa yang kerapkali menjadi duri dalam daging yang berkembang di komunitas masyarakat melalui doktrin dengan hal yang negatif. Padahal tujuan untuk meminjamkan uang kepada negara lain, atau bank dunia untuk kemakmuran rakyat dalam bentuk menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi kemiskinan, menguatkan pertumbuhan ekonomi serta kesejateraan rakyat. Empat misi utama dalam peminjaman ini belum tentu terealisasikan dalam pembangunan nyata. Hasil peminjaman itu dipergunakan sebagai hal korupsi, dan sokongan hal – hal yang tidak produktif. Pertanyaan yang harus dijawab oleh negara adalah mengapa Indonesia yang kaya akan kekayaan alam, dari tahun ke tahun tetap saja ada utang negara, sedangkan sumber daya alam dikuasai oleh negara – negara kapitalis melalui kapitalisme neoliberal ?. Hanya ada satu kata, Indonesia masih di jajah oleh ekonomi global sekalipun sebuah bangsa yang merdeka.

Dalam era penjajahan ekonomi itu, hubungan antara pemilik kapitalisme global dan wilayah jajahan ekonom tetap erat, sekalipun kekayaan alam digadaikan demi kepentingan ekonomi politik hubungam terbangun tata rapih. Sebuah problem negara Indonesia seperti ULN dari tahun ke tahun tidak terjadinya kebangkrutan sama dengan negara Yunani, pendugaan kekuatan Amerika dan Inggris ada di belakang pegadaian kekayaan alam itu.

Awal mula hubungan antara Indonesia dan Amerika terjadi karena hubungan bantuan politik militer, melalui bantuan senjata perebutan Papua Barat, terakhirnya digadaikan kekayaan tambang di Papua. Sentral politik Indonesia dan Amerika ada pada titik kekuatan bisnis emas dan tembaga maka Indonesia tidak takut dalam hal peminjaman dana kepada Bank Dunia yang berbasis di Washintong, Bank Asia. Sama halnya dengan hubungan Yahudi, Israel dan Amerika. Salah – satu pensuport saham ekonomi terbesar di USA adalah warga berkebangsaan Yahudi dan Israel, maka persoalan luar negeri Yahudi dan Israel terutama hubungan militer, politik tidak tergoyakan. Bagaimana penggunaan dana peminjamaman dari IMF telah di berdayakan kepada orang – orang tak mampu dalam ekonomi untuk kemakmuran rakyat, belum tentu, kita belum berdaulat. Ulasan berikut adalah penyelewengan penggunaan dana peminjaman dengan hal tidak produktif. *****

Penggunaan Uang Pinjam Dengan Hal Tidak Produktif

Baru saja kita saksikan bersama hasil sidang KTT MSG ke – 20 dari kelompok hubungan bilateral antar negara – negara Malanesia di Pasifik. Tiga Provinsi di Indonesia yaitu Provinsi Maluku, Ambon Utara dan Nusa Tenggara Timur resmi di terima ke dalam grup kelompok orang malanesia itu. Suka dan tidak pihak korban adalah masyarakat Papua, serta rakyat malanesia itu sendiri.

Dalam hubungan ini, Indonesia lebih kedepankan pendekatan ekonomi, perdagangan,pertahanan dan suap menyuap. Pendekatan suap menyuap ekonomi yang baru saja dibangun oleh pemerinah Indonesia telah mati antara kepentingan – kepentingan sesaat itu, karena pendekatan ekonomi yang dibangun bukan pendekatan ekonomi jangka panjang dengan ke tiga negara anggota MSG, akan tetapi sokongan dengan kepentingan sesaat. Wajar saja, PNG mendukung Indonesia menjadi anggota asosiasi di MSG, dia negara persemakmuran dibawah penguasaan kerajaan Inggris. Dalam KTT ke- 20 di Honiara, Solomon- misalny negara Fiji tak pernah memberikan komentar apapun baik Indonesia dan ULMWP. Kerja sama Fiji dan Indonesia melalui pendekatan sokongan ekonomi mati di pertemuan KTT ke – 20 di Honiara.

Pertanyaan adalah darimana sumber dana sokongan Indonesia kepada ke tiga Negara MSG. Ada dua sumber penyaluran dana yaitu pertama, hasil pajak perusahan para kapitalis yang beroperasi di Papua Barat dan kedua, peminjaman uang kepada Bank Dunia atau Bank Asia.

Penjelasan lebih lanjut terkait poin pertama yaitu sumber saluran dana hiba diberikan kepada tiga negara MSG dibiayai dari hasil pajak BIFI LNG yang beroperasi Bintuni Papua Barat dan PT.Freeport Indonesia. Masing – masing pajak dibayarkan kepada Indonesia yaitu PT. Freeport 3 persen sama dengan US$1, 5 triliyun dolar AS perbulan. Jumlah keseluruhan dalam satu tahun yaitu US$1,6 dolar AS atau 14 triliyun atau lebih. Pajak yang dibayarkan oleh PT.Freeport Indonesia adalah pajak terbesar sepanjang sejarah Indonesia ddalam dunia Industri pertambangan, sedangkan pajak BIFI LNG membayar hanya bedah nominasi pajak dari Freeport Indonesia. Penjelasan poin kedua, peminjaman dana dari bank dunia masih sebatas fibti- fibti, karena dana hiba yang diterima ke tiga Negara PNG,FIJI dan Kepulauan Solomon hasil pajak sebulan dari PT.Freeport Indonesia yang berbasis di Papua.

Ada hubungan lain dengan Indonesia yaitu negara Papua New Guinea dengan pemerintah Kerajaan Inggris merupakan hubungan yang sangat erat melalui hubungan ekonomi. Terlihat jelas setelah keputusan dukungan PNG terhadap Malanesia- Indonesia dengan tujuan penyelamatan kepentingan ekonomi milik kerajaan Inggris itu. Keputusan PNG tidak berdiri sendiri, namun ada desakan dari pihak ke tiga, yaitu Inggrislah biang keladi atas kekacauan keputusan PNG di MSG. Akibatnya membawah dampak di negara- negara solidaritas kristen di Pasifik Selatan, dan melanggar ketetapan – ketetapan, serta ciri khas di MSG serta perpolitikan menjadi tantangan bagi tiga negara MSG kedepan. Ia ingin ekploitasi sumber daya alam Papua dengan bebas beroperasi diatas penderitaan rakyat, kemiskinan, pengangguran, gizi buruk, kesehatan buruk, bahkan sumber daya manusia yang dibawah standar di Papua Barat. Duta besar Inggris untuk Indonesia pada tahun 2014 telah berkunjung di Papua Barat kurang lebih dua kali. Pendekatan kunjungan bertujuan untuk peninjauan kesejateraan di pemerintah Papua dan Papua Barat. Dalam konfrensi Pers selalu mendukung kebijakan Jakarta, dibalik kebaikan ia selalu mendorong kepentingan penyelamatan perusahaan asing tersebut. Bagi pemerintah Indonesia, cukup leluasa memainkan perang dalam kepentingan royalti dari pihak asing itu.

Pada sub bagian ini penulis tidak bermaksud menudu pihak ketiga bermain di keputusan KTT MSG ke 20 akan tetapi hubungan Indonesia – Inggris dan PNG dari sisi kampanye gelap kemungkinan ada untuk bertujuan agar pembebasan dan penyelamatan atas perusahan asing beroperasi di wilayah Papua Barat. Rakyat tidak lupa dengan 14 nota kerja sama yang disepakati oleh pemerintah PNG dan pemerintah Indonesia, sedangkan layak dan tidak atas pemberian dana hiba dari Indonesia di ukur dari kesejateraan, kemiskinan, pengangguran, utang luar negeri, gizi buruk, penerangan di wilayah pelosok – pelosok di dalam negeri Indonesia. Dilihat dari kondisi utang negara dan kesenjangan sosial yang makin tinggi sepanjang tahun maka tidak layak untuk memberikan kepada dana hiba kepada tiga negara anggota Malanesian Sperhead Group (MSG).

Pendekatan lain yang telah dibangun oleh Indonesia dengan ke tiga negara MSG adalah melalui bantuan alat mesin pertanian. Andaikan negara kita seperti negara produk terbesar mesin – mesin pertanian. Padahal Rakyat pelosok–pelosok masih menggunakan pertanian tradisional seperti mengunakan kerbau, alat sikop dan lain sebagainya. Hubungan pangan nasional dengan perdagangan bebas menjadi masalah dalam negeri. Pangan menjadi bermasalah dalam hajat hidup manusia bangsa Melayu dan sebagian bangsa Malanesia peminat mengonsumsi beras tertinggi di tingkat Asia. Selain, ini perdagangan bebas mengakibatkan kita konsumsi beras karet. Dimana harga diri sebagai sebuah bangsa, dimana mesin – mesin yang menjadi alat nilai tawar yang tidak produtif itu. Menyokong di tiga negara MSG dengan dana dari hasil pajak kekayaan alam Papua maka, kembali membaca sejarah kehadiran kapitalisme di bumi Cendrawasih Papua.*****

Awal Gadaikan Kekayaan Alam Papua.

Kekayaan alam Papua di Gadaikan. Kita lihat awal sejarah politik luar negeri Indonesia pada era Sukarno yang lebih condong kepada blok Timur pimpinan Uni Soviet yang sedang dalam situasi perang dingin dengan Blok Barat dibawah Amerika Serikat. Kedekatan Indonesia pada era Sukarno dengan blok Timur ini menjadikan kekuatan militer Indonesia menjadi kekuatan yang besar. Namun politik Sukarno yang dikenal dengan Nasakom menjadikan Partai Komunis Indonesia memiliki tempat didalam kebijakan Sukarno yang merisaukan kelompok militer. Memuncaknya intrik politik antara militer dan PKI ditandai dengan peristiwa pembunuhan para Jenderal Angkatan Darat pada tanggal 30 September 1965 yang sekaligus menjadi tonggak sejarah perubahan politik Indonesia dan sekaligus menjadi awal pergantian kekuasaan dari Sukarno kepada Suharto. Suharto langsung mendapat dukungan politik dari negara - negara barat yang memberikan bantuan peralatan militer taktis untuk melakukan pembersihan PKI dan negara boneka buatan Belanda.

Infrastruktur militer dan keterbatasan personel maupun logistik untuk menangani tahanan PKI diduga sebagai landasan tindakan pembantaian terhadap lebih dari 500.000 jiwa yang dituding sebagai anggota PKI. Suharto yang dikenal sebagai panglima Mandala dalam pembebasan Irian Barat tanpa pertempuran berarti berkat dukungan Amerika Serikat di PBB, setelah naik ketampuk kekuasaan langsung merubah sikap politik luar negeri menjadi sahabat negara adidaya pimpinan Blok Barat ini.

 Salah satu yang paling fenomenal menandakan kedekatan dengan Amerika Serikat adalah pemberian konsesi pertambangan emas dan tembaga kepada Freeport McMoran. Perusahaan tambang Amerika ini mendikte dan ikut campur dalam kebijakan pertambangan di Indonesia. Salah satu buktinya adalah Kontrak Karya PT Freeport Indonesia ditetapkan sebelum diberlakukannya UU Nomor 11/1967 tentang pertambangan umum. PT Freeport yang berlokasi di Grasberg dan Easberg, Pegunungan Jaya Wijaya ini, menguasai 81,28% saham, sedangkan PT Indocopper Investama sebesar 9,36%, dan pemerintah Indonesia yang notabene adalah pemilik alam hanya mempunyai saham sebesar 9,36%. Tidak tangung-tanggung, luas konsesi yang diberikan kepada Freeport pun luar biasa, 1,9 juta hektar lahan di Grasberg dan 100 km2 di Easberg.

Pegadaian tanah adat terus berlajut hingga di zaman era demokrasi. Dalam era demokrasi berbagai undang–undang di terbitkan akan tetapi mati suri bersama kelompok perancang regulasi itu. Undang – Undang seperti misalnya hak–hak ulayat tanah. Pihak pengambil keuntungan, sama seperti kelompok paham penganut feodalisme yang hanya orientasi mengejar harta (kekayaan), dan tahta (kekuasaan). Pihak itu, hanya mengejar hasil pajak yang lebih kecil itu untuk membebaskan kebun untuk hidup. Dalam era demokrasi penggadaian tanah adat seperti misalnya LNG tanggu di Bintuni Papua Barat. Tak heran bagi penganut paham feodalisme yang mana menyusun undang dasar 1945 yang tidak produktif seperti pasal 33 ayat 3 bunyinya “Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Dengan cara apa memakmurkan rakyat itu, tanah digadaikan habiskan, kemiskinan merajalela, gizi buruk, kesehatan buruk, pendidikan buruk, semuanya serba buruk itu.*****

 Freeport Sebagai Tempat Kejahatan Terbuka.

PT.Freeport Indonesia berlokasi Papua itu menjadi alat tawar menawar untuk merancang kejahatan baru bagi negara kapitalisme di abad ke – 21 ini. Bagaimana saya bisa menceritakan topik ini, dari fenomena yang ada, satu – kesatuan yang tidak bisa terpisahkan antara perancang kejahatan, perampasan alam serta ekonomi menuju pemusnaan manusia pribumi. Ada dua kejahatan yang dimainkan oleh kelompok kapitalisme global.
Pertama, pendekatan militer. Kejatahan terbuka yang dilakukan oleh pihak pemilik perusahan pada pada abad ke- 21 adalah pendekatan militer. Pendekatan ini dilakukun pada tahun 2011 lalu, seperti penempatan militer Amerika di Darwin. Penempatan ini ancaman bagi rakyat sipil Papua Barat. Jika rakyat melakukan aksi penyerangan di areal PT.Freeport, akan terjadi intervensi di wilayah operasi perusahan tambang Gresberg itu. Penempatan ini bertujuan untuk meloloskan perusahaan asing milik neokapitalisme itu.
Pendekatan kedua, perang ekonomi. Salah – satu perang yang harus kita ketahui bersama yaitu kontrak baru PT.Freeport Indonesia atas perpajang tangan pemangku kepentingan elit Jakarta. Titik konflik perpanjangan kontrak baru adalah pembangunan “SMALTER”.

Dua pihak bertikai antara pemerintah RI dan pemerintah Provinsi Papua tetap mempertahankan argumennya. Pihak Jakarta beralasan “akan ada ancaman bagi warga sekitarnya akibat limbah, berat logam, kebersihan lingkungan. Pihak Papua mempertahankan sisi kemakmuran rakyat. Dalam hasil musyawah bersama petinggi Jakarta dan Papua memutuskan smalter bangun di Papua.
Hasil keputusan bersama itu tidak memuaskan jawaban yang pasti, karena pihak Jakarta berbalik menyerang Pemprov Papua dengan cara lain melalui memperpanjang kontrak perusahan yang tidak manusiawi itu. Pihak Pemprov Papua kecewa berkata “ kami pemilik hutang, kami ini pemilik tanah, kami ini pemilik alam Papua”.

Konflik ini siapa beruntung dan siapa yang merugi dalam permufakatan tadi. Dapat dilihat dalam hubungan pembangunan SMALTER, yang merugi adalah Pemprov Papua. Pertama satu kelompok utusan dari Jakarta diberangkatkan ke Negara Cina untuk melobih pembangunan smalter tersebut, disusul juga pemerintah Papua. Lobi pembangunan smalter dengan Pemprov Papua menuju kekalahan dan pelepasan tanah adat di wilayah amungsa yang ke-dua.

Peta geoekonomi pada abad ke-21 “Negara Cina termasuk penguasa ekonomi urutan ke-dua setelah Amerika.Persaingan ekonomi dalam hal ini pihak pemilik Mcmoran tidak menerima China ada dalam wilayah kekuasaannya. Hal inilah membuat “ bos McMoran memperpanjang kekuasan dengan menanamkan saham lebih besar dari sebelumnya. Ia bahkan menuruti perintah hukum yang ada artinya keinginan Jakarta, ia akan menggenapinya.

Cara inilah permainan Jakarta memanfaatkan kesempatan emas untuk mengambil keuntungan dua kali lipat dalam kesempatan kecil itu. Dia membangun hubungan dengan Cina demi kekuasaannya. Latar bekangan Negara Cina juga salah- satu negara yang telah memiliki “hak Veto” dalam keputusan–keputusan tertentu dalam politik. Konspirasi politik yang ia mainkan harus dibaca seksama oleh rakyat penindas itu.

Hubungan antara Jakarta dan Amerika kembali rukun dalam penyelamatan ekonomi kapitalisme asing, dan menanamkan utang politik ekonomi, cara perpolitikan mereka dimainkan setingkat dunia dengan negara yang memiliki hak veto itu. Waspadala bagi kaum “marginal” bahwa politik domestik Palestina ke – II bisa terulang di Papua, dengan isu “ persoalan kemakmuran belaka”.

Dua perang terbuka yang dimainkan oleh penguasa untuk menekan rakyat pemilik hak ulayat, orang pribumi maka bersatulah kita melawan ekonomi, politik oleh sekelompok orang itu. Presiden Joko Widodo adalah penganut neoliberal yang sebenarnya. Bagaimana dia mau wujudkan misi kampnye dia yaitu berdiri ekonomi diatas kaki sendiri “BERDIKARI” sedangkan ia sendiri penganut neoliberal kapitalisme!.

Bisakah dengan cara ini melawan karakter neoliberal untuk menuntut hak ulayat tanah adat di areal PT.Freeport Tembagapura – Papua. Untuk ulasan berikut ini satu – satu solusi melawan karakter neoliberal, dan para kapitalisme yang mengabaikan tuntutan hak ulayat tanpa izin beroperasi sepanjang masa. ****

Melawan “ Kapitalisme Global di Papua”

Pemerintah kita berani memberikan donatur dengan cuma – cuma, maka muncul pertanyaan adalah bagaimana dengan tuntutan hak – hak ulayat tanah areal PT. Freeport Indonesia, Gresberg – Tembagapura Papua ?. Isu ini menjadi topik menarik bagi rakyat sipil untuk melawan neokapitalisme global menuju kedaulatan politik ekonomi, hak asasi manusia, di wilayah Papua Barat.

Rakyat Berkata “Segera lunasi hak ulayat kami”

Sebelum pembahasan topik ini terlebih dahulu mengenal pengertian daripada hak ulayat. Mengambil dari wikipedia, pengertian hak ulayat merupakan kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah secara turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan tersebut.

Dari pengertian ini lebih jelas bahwa wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, maka tuntutan dari masyarakat Amungme adalah pihak yang benar. Cara mereka menuntut hak di fasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Mimika, akan tetapi lebih efektif jika semua stakholder Pemprov Papua, sipil, mahasiswa, karyawan dan karyawati, DPRP ada di barisan gerakan itu. Masalah McMoran adalah masalah milik rakyat Papua, bukan saja milik suku Amungme.

PT.Freeport Indonesia yang beroperasi selama 48 tahun tanpa menjanjikan hak – hak pemilik ulayatnya. Pada tanggal 29 Juni 2015 melalui pemerintah Timika - Papua mendesak PT. Freeport Indonesia (PTFI) membayar ganti rugi hak ulayat sebesar USD 3,6 miliar atau setara Rp 481 triliun.

Rakyat “Ganti rugi US$3,6 miliar yang kami ajukan menuntut hak ulayat. Ini untuk ganti rugi kawasan kami berupa empat gunung yang selama ini menjadi wilayah kerjanya,”.

Mampukah pemerintah Republik Indonesia dan PT. Freeport Indonesia membayar Rp 481 triliun, sedangkan utang negara Indonesia berjumlah Rp 2.600 triliun utang bilateral negara lain maupun dari Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB). Tuntutan ini disampaikan kepada PT.Freeport atau Pemerintah Indonesia ?. Membayar tuntutan ini dua kali lipat dibandingkan dengan ULN Indonesia. Pihak Jakarta adalah anak asuh dari Amerika maka desakan dan tuntutannya tetap akan diabaikan, sekalipun diplomasi, pendekatan lain baik. Meskipun demikian hak – hak rakyat maka tuntutlah, bangkit untuk tuntut hak milik rakyat.

Penulis yakin semua persoalan di Papua berawal dari PT.Freeport Indonesia, maka semua pihak harus memberikan dukungan kepada warga yang menuntut hak ulayat. Lawan rakyat bukan Jakarta, maka bangkit dan berdiri barisan rakyat melawan kapitalisme modern yang mengkeruk habis, mencuri habis kekayaan alam. Mari bebaskan pegadaian alam, mari bangkit ekonomi lokal lawanlah dengan pemilik saham perusahan asing yang beroperasi di seluruh tanah Papua Barat.

Kesimpulan

Awal utang Luar Negari terjadi pada tahun 1967 melalui kapitalisme asing seperti PT.Freeport Indonesia masuk di Papua, maka tuntutan hak ulayat tanah satu solusi melawan Jakarta, dan dunia kapitalisme yang bergerak mengabaikan kepentingan penjaga alamnya.

Untuk mengambil keuntungan bagi para petinggi Jakarta dahulu kala menyusun undang – undang kontra produktif yaitu Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 bunyinya “Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Untuk menjustifikasi keberadaan pasal 33 ini, Jakarta juga melakukan program yang kontra produktif bagi rakyat Papua. Biasanya pemerintah mensahkan Otonomi khusus bagi orang Papua, kemudian menghadirkan Unit Percepatan dan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B), pemekaran sangat tidak logis, kemudian Otonomi khusus plus bertambah lagi.

Akibatnya adalah utang luar negeri ancaman besar bagi tanah–tanah yang kosong di Papua sekalipun undang–undang tanah adat sudah diamandemenkan serta kekayaan alam – alam digadaikan kepada pihak asing misalnya pada zaman otonomi khusus ini seperti kehadiran perusahan BIPI/ LNG, perusahan kelapa sawit, MIFEE maupun perusahan asing lainnya.

Lawan rakyat bukan Jakarta, maka bangkit dan berdiri barisan rakyat melawan kapitalisme modern yang mengkeruk habis, mencuri habis kekayaan alam. Mari bebaskan pegadaian alam, mari bangkit ekonomi lokal. Rakyatlah yang harus bersatu melawan konspirasi politik ekonomi dari para kapitalisme global ini.

Penulis : Mantan Aktivis Aliansi Mahasiswa Komite Kota Bogor

 

0 komentar:

Posting Komentar