BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Urbanisasi
penduduk pedesaan ke daerah perkotaan tidak dapat dihindari karena pesatnya
pertumbuhan ekonomi di daerah perkotaan. Meningkatnya jumlah penduduk di daerah
perkotaan membawa dampak terhadap peningkatan kebutuhan pangan, khususnya
sayuran.
Produksi
sayuran Indonesia sampai tahun 2005 mencapai 9 101 987 ton dan tingkat konsumsi
pada tahun 2005 sebesar 7 732 634.39 ton. Produksi kangkung Indonesia tahun
2005 adalah 229.99 ton (Direktorat Jendral Hortikultura, 2008). Produksi selada
Indonesia tahun 2005 kurang dari 1000 ton produksi kubis dan crucifera lainnya
(termasuk caisin dan pakcoi) pada tahun yang sama sebesar 1 290 000 ton (Food
Agriculuture Organization, 2007). Komoditas tersebut merupakan sayuran yang
banyak dikonsumsi masyarakat. Jika dikaitkan dengan ketahanan pangan Indonesia
produksi beberapa sayuran tersebut belum dapat memenuhi permintaan dan konsumsi
dalam negeri. Peningkatan produktivitas dengan kualitas yang tinggi diharapkan
dapat meningkatkan volume pemasaran bagi produk pertanian khususnya komoditi
sayuran sehingga kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.
Berbagai upaya sudah dilakukan untuk dapat meningkatkan
produksi sayuran, namun demikian masih belum dapat mengimbangi permintaan
pasar. Keadaan ini dimungkinkan antara lain sebagai akibat peningkatan jumlah
penduduk, perbaikan pendapatan dan peningkatan kesadaran gizi masyarakat.
Selain itu di kota-kota besar tumbuh permintaan pasar yang menghendaki
komoditas sayuran dengan kualitas yang baik dan dengan berbagai jenis yang
lebih beragam.
Berbagai jenis komoditas sayuran diusahakan oleh petani di daerah pinggiran
perkotaan dalam luas garapan yang sempit, seperti sawi (caisim), bayam,
kangkung, terong, cabe, tomat, bawang merah, bawang putih, kacang panjang dan sebagainya. Umumnya dalam
satu penguasaan lahan, diusahakan beraneka ragam komoditas sayuran dalam
petakan yang berbeda, misalnya disamping diusahakan komoditas sayuran sawi
hijau (caisim), ditanam
juga bayam, kangkung, wortel, kacang tanah dan komoditas
sayuran lainnya.
Masih banyak masyarakat yang membudidayakan tanaman sayuran daun dan
tanaman sayuran buah, tetapi kurang memahami dalam mengendalikan serangan hama
dan penyakit. Sehingga hasil yang didapat dari produk tanaman hortikultura pun
menurun drastis. Karena budidaya tanaman hortikultura tidak pernah lepas dari
masalah hama dan penyakit tanaman tersebut. Oleh karena itu untuk mengendalikan
serangan hama dan penyakit, dalam pengendaliannya menggunakan cara yang aman bagi lingkungan, misalnya pemangkasan,
mengurangi kelembaban tanah,
memerhatikan kebersihan tanaman di sekitar, melakukan pemupukan yang berimbang, memperbaiki sistem drainase,
pemilihan benih dan bibit tanaman, menggunakan varietas yang tahan, atau
penggunaan musuh alami, dan sebagai
pilihan terakir digunakan pestisida sesuai anjuran dan kondisi tempat.
Hama dapat diartikan dengan hewan pengganggu
yang menyerang bagian-bagian tanaman
yang dibudidayakan, sehingga menyebabkan tanaman tidak maksimal atau bahkan bisa menyebabkan
kematian.
1.2. Tujuan Praktek
Tujuan dilaksanakannya praktikum ini
adalah untuk pengamatan hama menyerang pada beberapa tanaman sayuran daun dan sayuran buah
yaitu brokoli, dan bawang daun
serta pengendalian hama.
1.3. Kegiatan Praktek
Kegiatan yang dilakukan adalah kunjungan lapangan untuk
pengamatan dan mengidentifikasi organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman
sayuran daun.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Kol atau Kubis
Kol atau kubis merupakan tanaman
sayur famili Brassicaceae berupa tumbuhan berbatang lunak yang dikenal sejak
jaman purbakala (2500-2000 SM) dan merupakan tanaman yang dipuja dan dimuliakan
masyarakat Yunani Kuno.
Tanaman kubis (Brassica
oleracea) termasuk jenis tanaman sayuran daun
dan tergolong ke dalam tanaman semusim (berumur pendek). Tanaman tumbuh
pendek dengan tinggi berkisar antara 15 cm - 20 cm atau lebih,
bergantung pada tipe dan varietasnya. Tanaman kubis hanya cocok dibudidayakan di daerah pegunungan
berudara sejuk sampai dingin pada ketinggian 1.000-2.000 m dpl.
Menurut Rukmana (1994), berdasarkan
klasifikasi, kol/kubis termasuk dalam :
Divisi
: Spermatophyta
Sub
Divisi : Angiospermae
Klas
: Dicotyledoneae
Famili
: Cruciferae
Genus
: Brassica
Spesies
: Brassica
oleracea
Tanaman
kubis/kol (Brassica oleracea) tidak
terlepas dari hama dan penyakit tanaman. Hama yang diserang yaitu ulat daun
kubis Plutella
xylostella
L, Hellula
undalis.(F), Crocidololia
binotalis Zell, Phyllotreta
vittata (F), Spodoptera litura. (F), Chrysodeixis chalcites (Esp.), Helicoverpa armigera Hubn, dan Myzus persicae (Sulz).
Penyakit kubis yang diserang secara
umum yaitu gejala serangan akar pekuk (Plasmodiopora
brassicae), becak daun Alternaria kubis (Alternaria brassicae), busuk hitam, gejala serangan busuk basah (Erwinia caratovora), dan gejala penyakit
kaki hitam kubis (Phoma lingam). Penyakit-penyakit pada kubis yang
telah disebutkan diatas, secara garis besar disebabkan oleh dua patogen yaitu
cendawan dan bakteri. Penyakit yang disebabkan oleh cendawan ada tiga yaitu akar
gada, bercak daun, dan kaki hitam.
Pengendalian
hama dan penyakit tanaman secara umum
dilakukan dengan beberapa cara yaitu melalui teknis, biologi, kimia. Pengendalian dengan kultur teknis
diantaranya: pengobatan
dengan air panas. Perawatan benih dengan air panas adalah salah satu cara
mengendalikan spora pada kulit biji. Pengendalian penyakit melalui biologi
kontrol melalui jamur actinomycetes, Streptomyces arabicus,
menunjukkan efek antijamur pada Alternaria brassicae dapat menekan pertumbuhan spesies cendawan
tersebut. Sedangkan pengendalian penyakit
melalui kimia dengan menggunakan fungisida sepenuhnya menghambat pathogen.
B.
Bawang Daun
Daun bawang merupakan jenis sayuran
dari kelompok bawang yang banyak digunakan dalam masakan. Dalam seni masak
Indonesia, daun bawang bisa ditemukan misalnya dalam martabak telur, sebagai bagian dari sop, atau sebagai bumbu tabur
seperti pada soto.
Daun bawang sebenarnya istilah umum yang dapat terdiri
dari spesies yang berbeda. Jenis yang paling umum dijumpai adalah bawang daun (Allium fistulosum). Jenis
lainnya adalah A. ascalonicum, yang masih sejenis dengan bawang
merah. Kadang-kadang bawang prei juga disebut sebagai daun bawang.
Menurut
(Rukmana, 1995) kedudukan tanaman bawang daun dalam
sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisio :
Spermathopyta
Sub Divisio :
Angiospermae
Kelas :
Monocotyledoneae
Ordo :
Liliales
Famili :
Liliaceae
Genus
: Allium
Spesies : Allium
fustulosum L. (bawan g daun) atau Allium porum
L. (bawang prei).
Tanaman bawang daun juga (Allum fustula L) tidak terlepas dari hama
penyakit tanaman. Secara umum hama – hama yang
serang tanaman bawang daun yaitu ulat bawang/ ulat grayak (Spodoptera exequa Hbn), ulat tanah (Agrotis ypsilonHufn), Thrips/kutu loncat
(Thrips tabbaci Lind), bercak ungu (Alternaria porri (Ell.) Ciff), busuk
daun (Peronospora destructor (Berk.) Caps),
busuk leher batang (Bortrytis allii Mun),
dan Antraknose (Colectotrichum
gleosporiodes Penz.).
Penyakit bawang daun yaitu
antraknosa, mati ujung, penyakit diplodia, busuk leher batang daun disebabkan
oleh Botrytis allili Munn, dan busuk bakteri yang disebabkan oleh bakteri
Pseudomonas alliicolas Starr. Tanaman bawang pun tidak terlepas dari penyakit
virus yaitu mosaik, streak, dan kerdil kuning.
Secara umum pengendalian hama
penyakit pada tanaman bawang daun dilakukan dengan beberapa cara yaitu
melalui mekanis, hayati, biologi dan secara kimia.
BAB III
METODOLOGI
1.
Tempat dan Waktu
Praktik dilaksanakan di kebun garapan petani pada petak
contoh pertanaman brokoli dan bawang daun di Cisarua Bogor pada bulan Februari
2014.
2.
Bahan dan Alat
Pada praktik kali
ini bahan yang digunakan adalah pengamatan hama dan penyakit tanaman kubis dan bawang daun dan bahan
pestisida. Sedangkan alat yang disediakan
untuk praktikum ini adalah transportasi, sprayer, skop.
3.
Metode
Metode yang dilakukan adalah pengamatan OPT secara fisik
dilihat dengan mata telanjang. Teknik yang digunakan berupa wawancara, diskusi
dan studi pustaka.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hama – hama dan Penyakit Penting Pada Tanaman
Kubis Serta Pengendaliannya.
A.
Hama penting
pada tanaman Kubis
a.
Hama Ulat Daun Kubis
Plutella xylostella L.
(Lepidoptera: Plutellidae)
Hama ulat daun kubis Plutella xylostella L.
(Lepidoptera : Plutellidae) merupakan salah satu jenis hama utama di
pertanaman kubis. Apabila tidak ada tindakan pengendalian, kerusakan kubis oleh
hama tersebut dapat meningkat dan hasil panen dapat menurun baik jumlah maupun
kualitasnya. Serangan yang timbul kadang-kadang sangat berat sehingga tanaman
kubis tidak membentuk krop dan panennya menjadi gagal. Kehilangan hasil kubis
yang disebabkan oleh serangan hama dapat mencapai 10-90 persen. Ulat daun kubis
P. xylostella bersama dengan ulat jantung kubis Crocidolomia pavonana
F. mampu menyebabkan kerusakan berat dan dapat menurunkan produksi kubis
sebesar 79,81 persen. Kondisi seperti ini tentu saja merugikan petani sebagai
produsen kubis. Oleh karena itu upaya pengendalian hama daun kubis ini sebagai
hama utama tanaman kubis perlu dilakukan untuk mencegah dan menekan kerugian
akibat serangan hama tersebut. Hama ulat daun kubis dapat dilihat pada gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Ulat daun Kubis (Plutella Xylostella L.)
Pengendalian ulat kubis dapat dilakukan dengan cara mekanis,
kimiawi dengan insektisida kimia sintetik selektif maupun insektisida nabati,
pola bercocok tanam (tumpangsari, rotasi, irigasi, penanaman yang bersih),
penggunaan tanaman tahan, pemakaian feromon, pengendalian hayati menggunakan
predator, parasitoid (misalnya dengan Diadegma semiclausum Helen, Cotesia
plutellae Kurdj., dll.), patogen (misalnya pemakaian bakteri B.
thuringiensis, jamur Beauveria bassiana, dsb.) serta aplikasi
program PHT.
b.
Crocidololia binotalis Zell.
Serangga hama ini dikenal dengan ulat krop kubis atau large
cabbage heart caterpillar, termasuk ordo Lepidoptera, farnili Pyralidae dan
mempunyai daerah penyebaran di Indonesia. Ngengat C.
binotalis berwarna kelabu kecoklatan dengan rentangan sayap 20 mm dan panjang
13 mm. Telur diletakkan secara berkelompok pada daun dengan stadium
4 hari. Larvanya berwarna coklat sampai hijau tua. Stadium larva 14 hari.
Pupanya berada dalam tanah. Daur hidup 24-32 hari. Larva C. binotalis merusak
kubis yang sedang membentuk krop, sehingga daun kubis berlubang-lubang. Kerusakan ringan berakibat menurunnya kualitas kubis sedang
kerusakan berat menyebabkan tanaman kubis tidak dapat dipanen.Tanaman inang C.
binotalis adalah petsai dan kubis-kubisan. Hama Crocidololia binolatis Zell dapat dilihat gambar 2 dibawah ini.
Gambar 2.
Hama Crocidololia binolatis Zell
Pengendalian
C. binotalis dapat dilakukan dengan tumpangsari kubis dengan tomat. Konservasi musuh alami penggunaan parasitoid Sturmia incospicuoides
Bar., Atrometus sp., Mesochorus so., dan. Chelonus
tabonus Sonar. Penggunaan insektisida sintetik apabila ditemukan 3 ekor
larva setiap 10 tanaman.
c.
Hellula undalis (F).
Serangga hama ini dikenal
dengan ulat krop bergaris atau striped cabbage heart caterpillar, termasuk ordo
Lepidoptera, famili Pyralidae dan mempunyai daerah penyebaran di Indonesia. Ngengat H
undalis berwarna kelabu dan pada sayap depan terdapat garis-garis pucat serta
titik-titik. Larvanya berwarna kuning kecoklatan dengan kepala hitam dan pada
badannya terdapat enam garis yang memanjang berwarna coklat. Pupanya di tanah
terbungkus kokon, tertutup oleh partikel tanah. Daur hidupnya 23-25 hari.
Serangan larva muda seperti serangan yang disebabkan oleh Plutela sp. dan
gejala serangan larva tua seperti gejala serangan Crocidolomia sp. Tanaman
inang H.undalis adalah Petsai, sawi, lobak, dan, kubis tunas. Ngengat H undalis dapat dilihat di
gambar 3 berikut ini.
Gambar 3.
Hama hellula Undalis (F).
B.
Penyakit
Penting Pada Tanaman Kubis
Penyakit-penyakit pada kubis yang telah disebutkan dibawah, secara garis besar disebabkan oleh
dua patogen yaitu cendawan dan bakteri. Penyakit yang disebabkan oleh
cendawan ada tiga yaitu akar gada, bercak daun, dan kaki hitam, sedangkan penyakit pada kubis oleh patogen
bakteri ada dua yaitu busuk hitam dan busuk basak. Masing- masing
uraian yaitu penyebab penyakit, gejala penyakit, pengendalian serta dilampirkan
dengan gambar penyakit pada tanaman kubis.
a.
Akar gada
Clubroot atau Akar Gada merupakan penyakit terpenting pada
tanaman kubis-kubisan yang disebabkan oleh jamur Plasmodiophora brassicae. Akar gada menyebabkan kerusakan yang
parah pada tanaman rentan tumbuh pada tanah yang terifeksi. Hal ini disebabkan
patogen yang menginfeksi tanah ini tetap menjadi saprofit pada tanah sehingga
kubis-kubisan kurang cocok lagi untuk dibudidayakan di tempat tersebut (Agrios,
2005).
Plasmodiophora brassicae yang menyerang kubis ini
termasuk dalam kelas plasmodiophoromycetes. Gejala yang khas pada tanaman yang
terifeksi Plasmodiophora brassicae adalah pembesaran akar halus dan akar
sekunder yang membentuk seperti gada. Bentuk gadanya melebar di tengah dan
menyempit di ujung. Akar yang telah terserang tidak dapat menyerap nutrisi dan
air dari tanah sehingga tanaman menjadi kerdil dan layu jika air yang diberikan
untuk tanaman agak sedikit. Bagian bawah tanaman menjadi kekuningan pada
tingkat lanjut serangan penyakit. Spora dapat bertahan di tanah selama 10
tahun, dan bisa juga terdapat pada rumput-rumputan.
Penyakit ini bisa menyebar melalui tanah, dalam air tanah,
ataupun dari tanaman yang sudah terkena. Gejala pada permukaan atas tanah dapat
dilihat dengan menguningnya daun. Layu pada siang hari dan akan segar kembali
pada malam hari. Tanaman akan kelihatan kerdil, tanaman muda yang terserang
akan dengan cepat mati sedangkan tanaman tua dapat bertahan hidup namun tidak
dapat menghasilkan krop yang dapat dipasarkan. Penyakit akar gada dapat dilihat pada
gambar 4 berikut ini.
Gambar 4.
Penyakit Akar Gada (Plasmodiopora
brassicae)
Ada beberapa pengendalian dilakukan yaitu dengan menggunakan bibit yang bebas
hama dan penyakit. Pergiliran tanaman kurang sesuai diterapkan untuk kasus ini
karena sporanya dapat bertahan lama serta gulma yang dapat menyebabkan penyakit
ini. Pengapuran tanah untuk meningkatkan pH menjadi 7.2 sangat efektif untuk
mengurangi perkembangan penyakit. Penyiraman fungisida Promefon 250EC pada
lubang tanam yang dicampur dengan air saat tanam juga dapat mengurangi
perkembangan penyakit.
b.
Bercak Daun Alternaria
Bercak daun alternaria merupakan
penyakit yang sering ditemukan pada berbagai jenis tanaman di seluruh dunia
diantaranya kubis, tomat, kentang, kacang tanah, tembakau, geranium, apel,
bawang, jeruk lemon, dll. Penyebab penyakit Alternaria sp. mempunyai miselium
berwarna gelap dan pada jaringan tua memproduksi konidiofor pendek, sederhana,
dan tegak yang dapat menopang konidia. Konidia dari dari Alternaria sp. cukup
besar gelap, panjang, multiselular, dan mempunyai sekat melintang dan membujur.
Konidifor dari Alternaria. brassicae menghasilkan spora aseksual (konidia)
dengan panjang rata-rata antara 160-200 μm. Sporulasi terjadi (in vitro) antara
suhu 8 sampai 240C dimana spora dewasa dapat terbentuk setelah 14 sampai 24
jam.
Alternaria
brassicae dapat mempengaruhi spesies inang pada semua tahap pertumbuhan,
termasuk biji. Gejala yang ditimbulkan sering terjadi pada daun yang lebih tua,
karena mereka lebih dekat dengan tanah dan lebih mudah terinfeksi sebagai
akibat dari percikan hujan atau hujan ditiup angin. Akhir infeksi, atau infeksi
daun yang lebih tua, tidak mengurangi karakteristik krop, dan dapat dikontrol
melalui penghapusan intensif daun terinfeksi. Serangan pada tanaman di
persemaian dapat mengakibatkan damping off atau tanaman kerdil. Bentuk bercak
daun sangat beragam ukurannya dari sebesar lubang jarum hingga yang berdiameter
5 cm. Umumnya serangan dimulai dengan adanya bercak kecil pada daun yang
membesar hingga kurang lebih berdiamter 1,5 cm dan berwarna gelap dengan
lingkaran konsentris. Gejala ini sering disebut dengan browning. Pada kondisi
cuaca yang lembab tampak bulu-bulu halus kebiruan di pusat bercak yang bercak
tersebut sering terdapat cincin-cincin sepusat. Penyakit daun alternaria dapat dilihat
pada gambar 5 berikut ini.
Gambar 5. Penyakit Bercak Daun Alternaria Kubis (Alternaria brassicae).
Pengendalian Penyakit menurut Rebecca (2001), pengendalian
terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan perlakuan kultur teknis dan kimia.
Pengendalian dengan kultur teknis diantaranya: Pengobatan dengan air panas:
Perawatan benih dengan air panas adalah salah satu cara mengendalikan spora
pada kulit biji. Tanaman rotasi: Rotasi dengan tanaman bukan kubis dan
pemberantasan gulma silangan dapat membantu mengendalikan patogen. Biologi control dengan jamur actinomycetes,
Streptomyces arabicus, menunjukkan efek antijamur pada Alternaria brassicae
pada laboratorium dan studi lapangan sehingga dapat menekan pertumbuhan spesies
cendawan tersebut. Pengendalian dengan cara kimiawi dapat dilakukan engan
menggunakan fungisida.
c.
Kaki Hitam
Penyakit kaki hitam disebabkan oleh
pathogen Phoma Lingam yang merupakan patogen serius yang dapat menyebabkan
penyakit kaki hitam, kanker , dan busuk kering brassicae dan silangan lain.
Batang dibusukkan / penyakit penipu disebabkan oleh jamur Phoma lingam
ascomycetes.
Gejala
yang ditimbulkan penyakit kaki hitam oleh pathogen phoma lingam yaitu Noda pada
batang dan daun, bulat telur sampai yg tersebar luas, pada awalnya kuning
kehijauan, kemudian kelabu kuning, akhirnya abu-abu, depresi, dengan ungu ke
perbatasan hitam. Kanker memanjang pada pangkal batang, mula-mula berwarna
coklat muda, kemudian mejadi kehitaman, yang sering dikelilingi oleh batas
berwarna ungu. Di bagian tengah luka terdapat titik-titik hitam yang terdiri
dari piknidium jamur penyebab penyakit. Kanker dapat meluas sehingga batang
bergelang, bagian dalam batang busuk kering berwarna coklat, mula-mula terdapat
becak warna pucat dengan batas kurang jelas yang menjadi becak bulat dengan
warna kelabu ditengah. Daun-daun yang layu biasanya tetap bergantung pada
tanaman, sedangkan daun-daun yang masih segar sering mempunyai tepi berwarna
kemerahan. Pada tanaman penghasil benih, penyakit dapat timbul pada polongan
(buah), dan biji yang terinfeksi menjadi keriput. Perakaran yang sakit akan
rusak sedikit demi sedikit sehingga tanaman menjadi layu dan kemudian mati. Penyakit kaki
hitam dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini.
Gambar 6. Penyakit kaki hitam kubis (Phoma
lingan).
Teknik pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengendalikan
penyakit kaki hitam yaitu pemencaran penyakit ke daerah yang belum terjangkit
harus dicegah, menanam benih yang sehat yang dihasilkan oleh daerah-daerah yang
kering, khususnya yang mempunyai cuaca kering pada waktu tanaman membentuk
buah. Sanitasi pertanaman, sisa-sisa tanaman, khususnya tanaman sakit, dipendam
dalam tanah cukup dalam, agar tidak menjadi sumber infeksi bagi pertanaman yang
akan datang atau pertanaman sekitarnya. Tidak membuat persemaian di tanah yang
mungkin mengandung penyebab penyakit, di daerah yang sudah terjangkit dan
penggunaan fungisida secara efisien.
d. Busuk Hitam
Penyakit
busuk hitam adalah salah satu penyakit yang paling merusak kubis dan silangan lain.
Kubis adalah salah satu silangan paling rentan terhadap busuk
hitam. Penyebab penyakit busuk hitam adalah Xanthomonas campestris
pv. Campestris. Bakteri ini bersel tunggal, berbentuk batang, 0,7-3,0 x 0,4-0,5
µm, membentuk rantai, berkapsula, tidak berspora, bersifat gram negatif,
bergerak dengan satu flagel polar.
Tanaman dapat terserang busuk hitam pada setiap tahap
pertumbuhan. Pada pembibitan, infeksi yang pertama kali muncul dengan
menghitamkan sepanjang kotiledon. Bibit terserang patogen akan berwarna kuning
sampai coklat, layu, dan runtuh. Pada tanaman yang memasuki pertumbuhan
vegetatif lanjut akan menunjukkan gejala kerdil, layu, daun yang terinfeksi
berbentuk wilayah-V. Wilayah V ini kemudian membesar dan menuju dasar daun,
berwarna kuning sampai coklat, dan kering. Gejala ini dapat muncul pada daun,
batang, akar, dan berubah menjadi hitam akibat patogen yang berkembang biak. Penyakit
busuk hitam dapat dilihat pada gambar 7 berikut ini.
Gambar 7. Busuk Hitam
Kubis
Menurut Rukmana (1994), pengendalian
dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman yang bukan jenis kubis-kubisan,
sehingga akan memberikan waktu yang cukup bagi serasah dari tanaman
kubis-kubisan untuk melapuk. Lalu menggunakan benih bebas hama dan penyakit yang
dihasilkan di iklim yang kering. Hindari untuk bekerja di lahan saat daun
tanaman basah. Tanamlah varietas kubis yang tahan terhadap busuk hitam.
Penyemprotan bakterisida Kocide 77 WP sangat dianjurkan, terutama untuk
budidaya di musim penghujan. Tanaman dan daun sakit dipendam dalam tanah.
Menutup tanah dengan jerami untuk mengurangi penyakit. Tanaman yang terserang bakteri busuk
hitam dicabut dan daun-daun yang terinfeksi dikumpulkan untuk dimusnahkan
(Soeroto,1994).
e. Busuk Basa (Erwinia Caratovara)
Penyakit
busuk lunak ini telah menyebkan kerugian ekonomi yang besar akibat berkurangnya
jumlah produksi yang dapat terjual: rendahnya kualitas; dan besarnya biaya
pengendalian. Penyebab penyakit Erwinia carotovora merupakan bakteri berbentuk batang,
bersifat gram negatif, umumnya berbentuk rantai, tidak berkapsul dan tidak
berspora, dapat bergerak aktif dengan 2-5 flagella. Ukuran selnya 1,5-2,0 x
0,6-0,9 mikron (Permadi dan Sastroosiswojo, 1993).
Gejala
awal yang mucul pada tanaman berupa gejala basah yang kecil dan diameter serta
kedalamannya melebar secara cepat. Bagian tanaman yang terkena menjadi lunak
dan berubah warna menjadi gelap apabila serangan terus berlanjut. Warna pada
permukaannya menjadi hijau pucat dan mengkerut. Pada jaringan yang terinfeksi
akan berwarna buram dan kemudian akan berubah menjadi krem dan berlendir. Jika
hal ini terjadi, maka pada permukaan akan tampak cairan berwarna keruh.
Perkembangan penyakit hingga tanaman membusuk hanya butuh waktu 3-5 hari. Jika akar krop telah terserang,
gejala kemudian dapat muncul pada batang berupa batang yang berair, hitam, dan
berkerut menyebabkan tanaman kerdil, layu dan mati. Penyakit busuk basa (Erwinia caratovara) dapat dilihat pada
gambar 8 berikut.
Gambar 8. Penyakit
Busuk Basah (Erwinia caratovara)
Pengendalian
secara preventif bisa ditempuh melalui kebersihan lingkungan dan sistem
budidaya. Menunggu tanah melapukkan sisa-sisa tanaman lama di lahan sebelum
menanam tanaman selanjutnya sangat dianjurkan untuk mengatasi hal ini. Lahan
harus memiliki drainase yang baik untuk mengurangi kelembaban tanah serta jarak
tanamnya harus cukup memberikan pertukaran udara untuk mempercepat proses
pengeringan daun saat basah. Pembuatan pelindung hujan dapat pula menghindari
percikan tanah dan pembasahan daun yang akan mengurangi gejala busuk lunak.
Penyemprotan bacterisida seperti Kocide 77WP dengan interval 10 hari sangat
dianjurkan terutama saat penanaman musim hujan. Sanitasi, jarak tanam tidak
terlalu rapat. Menghindari terjadinya luka yang tidak perlu dan pengendalian
pasca panen.
4.2.
Hama dan Penyakit Terpenting Pada Tanaman Bawang
A. Hama terpenting pada tanaman Bawang
1.
Ulat Bawang
Serangga dewasa merupakan ngengat dengan sayap depan
berwarna kelabu gelap dan sayap belakang berwarna agak putih. Imago betina
meletakkan telur secara berkelompok pada ujung daun. Satu kelompok biasanya
berjumlah 50 – 150 butir telur. Seekor betina mampu menghasilkan telur
rata-rata 1.000 butir. Telur dilapisi oleh bulu-bulu putih yang berasal dari
sisik tubuh induknya. Telur berwarna putih, berbentuk bulat atau bulat telur
(lonjong) dengan ukuran sekitar 0,5 mm. Telur menetas dalam waktu 3 hari. Larva
S. exigua berukuran panjang 2,5 cm dengan warna yang bervariasi. Ketika
masih muda, larva berwarna hijau muda dan jika sudah tua berwarna hijau
kecoklatan gelap dengan garis kekuningan-kuningan (Gambar 9).
Gambar 9. Telur, Larva dan
Imago S.exugua
Lama hidup larva 10 hari. Pupa dibentuk pada
permukaan tanah, berwarna coklat terang dengan ukuran 15 – 20 mm. Lama hidup
pupa berkisar antara 6 – 7 hari (Fye and Mc Ada 1972). Siklus hidup dari telur
sampai imago adalah 3 – 4 minggu. Larva S. exigua mempunyai sifat
polifag (pemakan segala). Gejala serangan yang ditimbulkan oleh ulat bawang
ditandai oleh adanya lubang-lubang pada daun mulai dari tepi daun permukaan
atas atau bawah (Gambar 10).
Gambar 10. Gejala serangan
S. Exegua pada tanaman bawang
2.
Ulat Grayak
Ngengat berwarna agak gelap dengan garis putih pada
sayap depannya, sedangkan sayap belakang berwarna putih dengan bercak hitam.
Seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 2.000 – 3.000 butir.
Telur berwarna putih diletakkan berkelompok dan berbulu halus seperti
diselimuti kain laken. Dalam satu kelompok telur biasanya terdapat sekitar 350
butir telur. Larva mempunyai warna yang bervariasi, tetapi mempunyai kalung
hitam pada segmen abdomen yang keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan
dorsal terdapat garis kuning. (Gambar 11).
Pupa berwarna coklat gelap terbentuk dalam tanah.
Gambar
11. Larva S. Litura
3.
Thrips
Tubuhnya
tipis sepanjang ± 1 mm dan dengan sayap berumbai-umbai. Warna tubuh kuning dan
berubah menjadi coklat sampai hitam jika sudah dewasa. Telur berwarna
kekuningan, lama hidup 4 – 5 hari. Nimpa berwarna putih kekuningan lama
hidupnya sekitar 9 hari (Gambar 12).
Pupa terbentuk dalam tanah, lama hidup sekitar 9 hari. Satu ekor betina mampu
menghasilkan telur sebanyak 80 telur (Stepen,
2006). Gejala serangan daun berwarna putih
keperak-perakan (Gambar 13).
Pada serangan hebat, seluruh areal pertanaman berwarna putih dan akhirnya
tanaman mati. Serangan hebat terjadi pada suhu udara rata-rata di atas normal
dan kelembaban lebih dari 70%. T. tabaci menyerang paling sedikit 25
famili tanaman seperti kacang-kacangan, brokoli, kubis, wortel, kubis
bunga,kapas, mentimun, bawang putih, melon, bawang merah, pepaya, nenas, tomat,
dan tembakau.
Gambar 12. Nimfa T. Tabaci
Gambar 13. Gejala serangan
trips bawang
4. Lalat Penggorok Daun
Liriomyza sp.
menyerang tanaman bawang merah dari umur 15 hari setelah tanam sampai menjelang
panen. Kehilangan hasil akibat hama tersebut dapat mencapai 30 – 100%. Tanaman bawang merah
yang terserang hama ini daunnya mengering akibat korokan larva sehingga umbi bawang
yang dihasilkan berukuran sangat kecil. Pada keadaan serangan berat, hampir
seluruh helaian daun penuh dengan korokan, sehingga menjadi kering dan berwarna
coklat seperti terbakar. Spesies
yang menyerang tanaman bawang merah adalah L. chinensis. L. chinensis berukuran
panjang 1,7 – 2,3 mm. Seluruh bagian punggungnya berwarna hitam, telur berwarna
putih, bening, berukuran 0,28 mm x 0,15 mm. Larva berwarna putih susu atau
kekuningan, dan yang sudah berusia lanjut berukuran 3,5 mm (Gambar 14). Pupa berwarna
Gambar 14. Larva, Pupa dan Imago L.chinensis
kuning
keemasan hingga cokelat kekuningan, dan berukuran 2,5 mm (Gambar 14). Seekor betina mampu
menghasilkan telur sebanyak 50 – 300 butir. Siklus hidup pada tanaman bawang
merah sekitar 3 minggu.Gejala daun bawang merah yang terserang, berupa
bintik-bintik putih akibat tusukan ovipositor, dan berupa liang korokan larva
yang berkelok-kelok. Pada keadaan serangan berat, hampir seluruh helaian daun
penuh dengan korokan, sehingga menjadi kering dan berwarna coklat seperti
terbakar (Gambar 15).
Gambar 15. Gejala Serangan L.chinensis pada tanaman
bawang merah.
5. Orong – Orong atau Anjing Tanah
Imago menyerupai cengkerik, mempunyai sepasang kaki
depan yang kuat, dan terbang pada malam hari (Gambar 16). Nimfa seperti
serangga dewasa, tetapi ukurannya lebih kecil. Sifatnya sangat polifag, memakan
akar, umbi, tanaman muda dan serangga kecil seperti kutu daun. Lamanya daur
hidup 3 – 4 bulan. Umumnya orong-orong banyak dijumpai menyerang tanaman bawang
merah pada penanaman kedua. Hama ini menyerang tanaman yang berumur 1 -2
minggu setelah tanam. Gejala serangan ditandai dengan layunya tanaman, karena
akar tanaman rusak.
Gambar 16. Anjing tanah atau
Orong – orong (Gryllotalpa africana Pal).
B.
Penyakit Penting pada Tanaman Bawang
1.
Penyakit Trotoar
atau bercak ungu (Purple blotch).
Patogen:
cendawan Alternaria porri (Ell.) Cif. Gejala : Infeksi awal pada daun
menimbulkan bercak berukuran kecil, melekuk ke dalam, berwarna putih dengan
pusat yang berwarna ungu (kelabu). Jika cuaca lembab, serangan berlanjut dengan
cepat, bercak berkembang hingga menyerupai cincin dengan bagian tengah yang
berwarna ungu dengan tepi yang kemerahan dikelilingi warna kuning yang dapat
meluas ke bagian atas maupun bawah bercak. Ujung daun mengering, sehingga daun
patah. Permukaan bercak tersebut akhirnya berwarna coklat kehitaman (Gambar 17).
Serangan dapat berlanjut ke umbi, yang menyebabkan umbi membusuk, berwarna
kuning lalu merah kecoklatan. Semula umbi membusuk dan berair yang dimulai dari
bagian leher, kemudian jaringan umbi yang terinfeksi mengering dan berwarna
lebih gelap. Umbi tersebut dapat menjadi sumber infeksi untuk tanaman generasi
berikutnya jika digunakan sebagai bibit.
Gambar 17. Penyakit Alternaria porii dan gejala
serangannya pada
tanaman bawang
merah.
2. Penyakit
Otomatis atau Antraknose (Antacnose)
Patogen : cendawan Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) Gejala
penyakit ini
disebut penyakit otomatis, karena
tanaman yang terinfeksi akan mati dengan cepat, mendadak, dan serentak.
Serangan awal ditandai dengan terlihatnya bercak berwarna putih pada daun,
selanjutnya terbentuk lekukan ke dalam (invaginasi), berlubang dan patah karena
terkulai tepat pada bercak tersebut (Gambar 18). Jika infeksi berlanjut, maka
terbentuklah koloni konidia yang berwarna merah muda, yang kemudian berubah
menjadi coklat muda, coklat tua, dan akhirnya kehitam-hitaman. Dalam kondisi
kelembaban udara yang tinggi terutama pada musim penghujan, konidia berkembang
dengan cepat membentuk miselia yang tumbuh menjalar dari helaian daun, masuk
menembus sampai ke umbi, seterusnya menyebar di permukaan tanah, berwarna
putih, dan menginfeksi inang di sekitarnya. Umbi kemudian membusuk, daun
mengering dan sebaran serangan yang bersifat sporadis tersebut, pada hamparan
tanaman akan terlihat gejala botak-botak di beberapa tempat.
Gambar 18. Gejala serangan penyakit Colletotrichum gloeosporioides
pada tanaman bawang merah.
3.
Penyakit embun bulu atau tepung palsu (Downy
mildew)
Patogen
: cendawan Peronospora destructor (Berk.) Casp. Gejala : Pada kondisi yang lembab,
berkabut atau curah hujan tinggi, cendawan akan membentuk masa spora yang
sangat banyak, yang terlihat sebagai bulu-bulu halus berwarna ungu (violet)
yang menutupi daun bagian luar dan batang (umbi) (Gambar 19). Gejala kelihatan
lebih jelas jika daun basah terkena embun. Gejala akibat infeksi cendawan ini
dapat bersifat sistemik dan lokal. Jika infeksi terjadi pada awal pertumbuhan
tanaman, dan tanaman mampu bertahan hidup, maka pertumbuhan tanaman terhambat
dan daun berwarna hijau pucat. Bercak infeksi pada daun mampu menyebar ke bawah
hingga mencapai umbi lapis, kemudian menjalar ke seluruh lapisan, Akibatnya,
umbi menjadi berwarna coklat. Serangan lanjut akan mengakibatkan umbi membusuk,
tetapi lapisan luarnya mengering dan berkerut, daun layu dan mengering, sering
dijumpai anyaman miselia yang berwarna hitam. Gejala lokal biasanya merupakan
akibat infeksi sekunder, yang mengakibatkan bercak pada daun yang berwarna
pucat dan berbentuk lonjong, yang mampu menimbulkan gejala sistemik seperti
tersebut di atas.
Gambar 19. Gejala
Serangan Embun Bulu pada tanaman bawang merah
4. Penyakit
Layu Fusarium (Twisting Disease)
Organisme
: cendawan Fusarium oxysporum (Hanz.). Gejala : Sasaran serangan adalah bagian dasar
umbi lapis. Akibatnya pertumbuhan akar maupun umbi terganggu. Gejala visual
adalah daun yang menguning dan cenderung terpelintir (terputar). Tanaman sangat
mudah tercabut karena pertumbuhan akar terganggu bahkan membusuk. Pada dasar
umbi terlihat cendawan yang berwarna keputih-putihan, sedangkan jika umbi lapis
dipotong membujur terlihat adanya pembusukan, yang berawal dari dasar umbi
meluas ke atas maupun ke samping. Serangan lanjut akan mengakibatkan tanaman
mati, yang dimulai dari ujung daun dan dengan cepat menjalar ke bagian bawahnya
(Gambar 20).
Gambar 20. Gejala
serangan moler pada tanaman bawang merah
5. Penyakit
Bercak Daun Serkospora (Cerkospora leaf
spot)
Organisme
: cendawan Cercospoera duddiae (Walles). Gejala : Bercak klorosis kebanyakan
terkumpul pada ujung daun dan sering tampak terpisah dengan yang menginfeksi
pangkal daun, sehingga gejala visualnya terlihat daun tampak belang-belang.
Bercak klorosis yang berbentuk bulat tersebut berwarna kuning pucat, bergaris
tengah sekitar 3-5 mm. Serangan lebih lanjut menyebabkan pusat bercak berwarna
coklat karena jaringannya mati. Di bagian tersebut terdapat bintik-bintik yang
sebenarnya terdiri atas berkas-berkas konidiofora yang mengandung konidia,yang
tampak jelas jika cuaca lembab.
C. Pengendalian
Hama dan Penyakit pada Tanaman Bawang
Pengendalian OPT dilakukan dengan sistem PHT,
melalui kegiatan pemantauan dan pengamatan, pengambilan keputusan, dan tindakan
pengendalian dengan memperhatikan keamanan bagi manusia serta lingkungan hidup
secara berkesinambungan.
Pemantauan dan pengamatan
dilakukan terhadap perkembangan OPT dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya.
Pengambikan keputusan dilakukan berdasarkan hasil analisis data pemantauan dan
pengamatan. Keputusan dapat berupa : diteruskannya pemantauan dan pengamatan,
atau tindakan pengendalian. Pemantauan dan pengamatan dilanjutkan jika populasi
dan atau tingkat serangan OPT tidak menimbulkan kerugian secara ekonomis.
Pengendalian dilakukan jika populasi dan atau tingkat serangan OPT dapat
menimbulkan kerugian secara ekonomis.
Teknik pengendalian tanaman
bawang merah dilakukan yaitu melalui pemanfaatan musuh alamai, pengendalian
secara teknis, pengendalian secara mekanik, Pengendalian OPT tidak terlepas
dari teknik pembudidayaan tanaman bawang merah yang baik, dan pengendalian secara
kimiawi. Pengendalian dilakukan dengan mekanik dengan cara mengumpulkan telur,
larva,dan imago dengan tangan manusia
lalu memusnahkannya.
BAB IV .
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Gangguan hama dan penyakit pada tumbuhan dapat dialami
oleh berbagai sistem organ pada tumbuhan. Gangguan ini dapat disebabkan
karena kelainan genetis, kondisi lingkungan yang tidak sesuai, atau karena
serangan hama dan penyakit.
Gangguan hama dan penyakit dalam skala besar pada tanaman budidaya dapat
mengganggu persediaan bahan pangan bagi manusia
Hama adalah semua binatang yang mengganggu
dan merugikan tanaman yang dibudidayakan manusia. Hama–hama pada tanaman
brokoli yakni ulat daun kubis, Crocidololia binotalis Zell, dan Hellula
undalis (F). Sedangkan hama–hama yang menyerang pada tanaman bawang yaitu ulat bawang, ulat grayak, Thrips, lalat
penggorok daun, dan orong- orong atau anjing tanah.
Pengendalian hama pada
tanaman kubis dan bawang dilakukan dengan beberapa teknik yakni pengendalian
melalui mekanis, pola tanam, pengendalian melalui biologi, hayati dan
pengendalian melalui kimia bila diperlukannya.
Patogen utama penyebab penyakit pada tanaman kubis berasal
dari cendawan setelah itu bakteri. Penyakit ini akan menyebar dan berkembang
dengan baik pada saat musim hujan dimana kelembaban cukup tinggi dan pada saat
suhu rendah. Sanitasi dan rotasi tanaman sangat penting sebagai pengendalian
secara kultur teknis untuk menghindari tersebarnya penyakit ini kecuali pada
penyakit akar gada. Hal ini disebabkan karena spora pada akar gada dapat
bertahan lama pada tanah.
Secara umum, patogen dapat menyerang dapat menyerang pada
berbagai tingkat tanaman. Penyakit yang menyebabkan kerugian terbesar pada saat
pascapanen adalah busuk lunak oleh bakteri Erwinia carotovora. Untuk mencegah
tersebarnya penyakit ini perlu dilakukan pencegahan agar tidak terjadi luka
pada krop kubis.
Penyakit
pada tanaman bawang penyakit trotoar atau bercak ungu (Purple blotch), penyakit
otomatis atau antraknose (Antacnose), penyakit embun bulu atau tepung palsu (Downy
mildew), penyakit layu fusarium (Twisting
Disease), dan penyakit bercak daun serkospora (Cerkospora leaf spot).Pengendalian dilakuan melalui bebera cara
yakni pengamatan, mekanik, sanitasi dan melalui
kimia jika dibutuhkannya.
Daftar Pustaka